Mendekati akhir tahun, masih ada saja label/ desainer yang mengeluarkan koleksi baru. Baik untuk musim pre-fall atau resort. Tahun 2020 akan begitu gegap gempita dengan berbagai trend berlaku terutama untuk pria. Gaya tailoring semakin keras bergema walau dengan suntikan sneakers dan body bag. Walau itu hanya perkara styling saja, bukan trend. Yang jelas, masa ke-emasan tailoring akan kembali berjaya, dengan approach baru dan diperkirakan dari tahun 2020 hingga 2029.
Orang-orang sudah mulai berada di titik jenuh dengan gaya street-wear. Inovasi streetwear sudah mentok di titik teratas dengan kolaborasi berbagai industri. Mau kolaborasi yang seperti apa lagi? Semua sudah terjadi. Trend streetwear yang membuat semua orang malas untuk berpakaian seolah-olah mendapat ijin dan approval untuk berpakaian ala streetwear 24 jam, apapun dan dimanapun acaranya. Tapi trend ini tidak akan lenyap begitu saja, karena semakin banyak individu yang menyadari dan masyarakat juga kini memiliki gaya personal sendiri-sendiri. Tidak akan ada satu trend yang dominanan karena fashion kini sudah terbelah lewat komunitas.
Trend tailoring sendiri memiliki approach yang berbeda dari 10 atau 20 tahun lalu. Dimana dulu tidak mungkin memakai stelan jas dengan sneakers, body bag dan bahkan dalaman hoodie. Tapi kini, hal tersebut menjadi lumrah. Elemen konservatif pada pemakaian stelan jas bergeser agar setiap pria bisa mudah mengaplikasikannya pada pakaian sehari-hari. Namun untuk penganut kaum klasik, hal tersebut merusak tatanan dan koridor aturan. Karena memakai stelan jas dan produk tailoring sudah ada pakemnya.
Louis Vuitton, yang bukan merupakan brand tailoring, seperti Zegna dan Canali, mengeluarkan koleksi tailoring yang cukup banyak untuk pre-fall 2020 mendatang. Virgil Abloh berkolaborasi dengan legenda streetwear Jepang, Nigo. Dimana koleksi ini menghadirkan beberapa tailoring dengan konsep baru yang belum pernah dibuat Abloh, terlihat lebih formal. Kolaborasi ini tentu saja untuk mempopulerkan konsep tailoring di komunitas Nigo, yang loyal dengan streetwear.
Kim Jones lewat Dior Men pre-fall 2020, yang saat ini menjadi pembicaraan di industri fashion global, mengeluarkan stelan tailoring dengan berbagai variasi. Bahkan dengan celana pendek. Approach Kim Jones terhadap tailoring adalah dengan padu padan jaket serta sepatu boots. Bucket hat dan kemeja motif floral sebagai dalaman. Ini membuat stelan jas terlihat lebih rileks dan jauh kesan formal.
Brand Italia, Salvatore Ferragamo, yang mana Italy memang dikenal dengan teknik jahit tailoring dan potongan Italy-nya, juga merubah arah gaya tailoring pada koleksi pria pre-fall 2020. Ferragamo banyak bermain dengan warna walau masih dengan potongan yang klasik. Pendekatan dengan banyak warna ini tentu saja sebagai strategi pasar muda yang eksperimental dalam berpenampilan.
Givenchy lewat Clare Waight Keller pada koleksi pria pre-fall 2020 pun begitu. Keller banyak bermain pada blok warna dengan approaching styling streetwear. Misalnya ikat pinggang yang dipakai di luar jaket dan sepatu boots. Kemeja dalaman dibuat lebih ringan dengan warna bold seperti pink dan kaos turtle neck. Ditambah dengan tas ransel atau body bag.
Stelan jas tidak lagi harus terbuat dari material wool dengan motif pinstripe atau houndstooth, sehingga muncul inovasi baru dalam warna dan siluet stelan jas. Untuk teknik, mungkin berbeda dengan tailoring klasik. Tapi siluet tailoring ini akan merebak dalam satu dekade ke depan. Bukan hanya pada stelan jas, tapi bisa juga pada jaket dan kemeja. Biasanya koleksi yang terpengaruh dengan teknik ini akan terlihat lebih struktural pada bahu, dada dan lengan.
Tapi sekali lagi, trend saat ini tidak akan berfokus pada satu trend saja. Banyaknya komunitas juga memiliki andil besar dalam menciptakan trend yang berbeda.
Foto utama : Louis Vuitton pre-fall 2020