Walau banyak orang selama pandemic melakukan WFH namun ternyata Hermès menganggap orang semakin banyak bergerak, melakukan banyak hal sendiri, berjalan dari satu dan ke lain tempat buru-buru agar urusan cepat selesai dan segera kembali ke rumah. Dinamika ini diserap Hermès dan kemudian dimanifestasikan ke bentuk pakaian berkonsep utilitarian untuk gaya hidup outdoor/indoor dalam naungan kelas luxury yang realistis. Jaket-jaket berbagai model menggunakan bahan superfine leather di desain untuk kenyamanan dan sophistication, Bahan-bahan denim yang digemari di seluruh dunia, hadir berupa bahan dark denim dengan hiasan aplikasi garis leather pada garis cutting. Bahan-bahan suede tampil untuk berbagai coat, skirt dan little dress. Semua rancangan diciptakan tidak menggangu gerak, para model yang memperagakan bahkan ada yang menunjukkan gerakan menari, ia menggunakan gaun-gaun ladylike yang elegan. Presentasi fashion nya sendiri terdiri dari tiga babak, penuh gerak dan koreografi, berlangsung secara berurutan di 3 kota, New York, Paris, dan Shanghai, kota-kota yang terkenal dengan penduduknya bergerak dan berjalan cepat.
Syahmedi Dean
Syahmedi Dean adalah seorang penulis yang telah menerbitkan sejumlah buku dan juga seorang jurnalis Mode dan Seni. Ia sudah meliput London Milan Paris Fashion Week sejak tahun 2000. Ia lulus dari Fakultas Seni Rupa Isntitut Seni Indonesia Yogyakarta, Program Studi Desain Komunikasi Visual. Kemudian memulai karir jurnalistik di majalah Femina tahun 1996, lalu berturut-turut menapak naik ke media-media terkemuka nasional seperti majalah Harper’s Bazaar Indonesia, majalah Dewi, majalah SOAP, Harian Media Indonesia, dan majalah Estetika. Dengan segenap perjalanan karirnya, kini ia menjadi Co-Founder dan Editorial Director LUXINA.