Pernahkah Anda berada di posisi anak-anak sub urban? Anak-anak yang tanpa sadar merasakan bahwa hidup ini seperti terkotak-kotakkan, per kawasan, antara anak kota besar, anak pinggiran, hingga anak yang lebih jauh dari area sub urban. Anak-anak sub urban seperti berada di tengah-tengah, main ke kota dipandang sebagai anak pinggiran, main ke pinggiran dianggap sebagai anak kota besar. Rasa terkotakkan ini juga dipertegas oleh denah pembagian wilayah pemerintahan daerah, hidup ini semakin nyata terkotak-kotakkan. Mau bilang apa? Siapa yang mampu memberontak atau setidaknya menyuarakan cerita ini dengan paparan blokade warna? Ada, namanya Arif Wicaksana, lulusan dari Prodi Desain Komunikasi Visual, Universitas Trisakti, Jakarta. Arif baru saja mengikuti art fair pertamanya di ArtMoments Bali di InterContinental Bali Resort.
Pemberontakan Sub Urban
Di salah satu kamar mewah di resor ini Arif memamerkan 7 karya lukis cat akrilik di atas kanvas, menyuarakan gejolak pikirannya dengan goresan kuas yang tegas. Walau karyanya merupakan ungkapan pemberontakan, namun goresan dan pilihan warna Arif cukup menyenangkan, low contrast, sehingga belum terpancar pergejolakan. Gaya goresan Arif didasari dengan gerakan doodle art, goresan paling innocent dalam gerak menggambar, lalu goresan ia teruskan dengan lentur mengisi space kanvas, membentuk persegi-persegi bersudut tumpul. Goresan saling bertimpa mengarah ke kubisme, membentuk ruang-ruang hasil irisan dari jalur goresan. Terkadang muncul juga figur-figur imaginative, seperti pada karya berjudul “The Settler”, tampaknya seperti gajah duduk, ditubuhnya terdapat langit biru, awan putih, segara biru, kobaran api, dan titik-titik, sepertinya hujan.
Tanya-tanya di depan lukisan
Luxina: Apa sih yang kamu suarakan?
Arif Wicaksana: Pemberontakan jiwa muda, sweet revenge,” ujar Arif. “Sisi anak Jakarta, sebenarnya di blokade-blokadenya. Aku merepresentasikan sisi anak Tangerang, atau sekitarnya, yang berada di sub urban dan di kotak-kotak. Dan aku dari kotak yang kecil, di blok yang kecil.
Luxina: Jadi ini pemetaan kamu terhadap kehidupan?
Arif Wicaksana: Not really pemetaan, cuma hanya dari sisi pemblokan saja, pemblokan dari apa yang aku lihat selama ini. aku berusaha keluar dari blokade-blokade itu, dan akhirnya aku bisa, realisasikan sesuatu di luar blokade.”
Luxina: Ini ada tangga kecil dii lukisan Hidden Society?
Arif Wicaksana: It’s like a new kind of possibility, karena aku menceritakan berbagai kemungkinan dalam kotak-kotak itu, saat kita menentukan keputusan, di situlah ada kemungkinan baru yang kita rasakan, seperti zona baru, seperti bulatan ini saat beririsan di sini, dia mempunyai warna yang berbeda, aku mengartikan sebagai satu kemungkinan baru. Irisan-irisan itu zona baru yang kita lahirkan? Ya seperti kita ini, akhirnya kita beririsan bertemu disini. Art is really bought me to the new dimension yang belum pernah aku bayangkan sebelumnya.
Maneuver antar zona goresan doodle
Zona-zona dari hasil irisan doodle Arif, kemudian ia isi dengan blok-blok warna yang ramah (sepertinya menghindari warna-warna primer), diberi detail tetes-tetes (mungkin air), tanda voltage, mata-mata, dan tanda-tanda silang. Karyanya yang berjudul “Vurnerable”, terlihat yang paling emosional dari karyanya yang lain, gerakan doodle nya lebih banyak maneuver, minim saling beririsan, zona lebih banyak terpisahkan oleh warna bukan oleh irisan doodle. Pewarnaan dipoles bergradasi unpredictable, kuning kotor menuju oranye tapi ada pink nya. Detail-detail tersebar kecil-kecil, seperti rintik-rintik, mata melotot, alien, tulisan ‘reproduct’, ‘molecular’. Lukisan ini tampak mengandung getar ekspresi Picasso dan Basquiat. “Aku mengidolakan temen-temen aku sendiri, kalau dari luar negeri aku mengidolakan Picasso, Jean-Michele Basquiat, dan Marco Giorgianni,” ujar Arif yang kini memiliki galeri sendiri di Legian, Bali, bernama; Superlative Gallery.
Superlative Gallery
“Aku ingin bikin galeri, karena keinginan dari dulu pengen punya eksibisi dan aku masih belum punya kesempatan untuk direpresentasikan oleh galeri-galeri. Jadi, akhirnya aku bikin galeri sendiri. Ternyata aku di jalan yang benar.” Ujar Arif lagi sembari menjelaskan ia bisa berpameran solo sendiri di galerinya di bulan Februari 2023 lalu. Ia pun mengkurasi apa-apa saja karya seniman lain yang bisa masuk ke dalam Superlative Gallery miliknya. “Ya, hal yang paling menentukan adalah aku pilih seniman yang kita sudah kenal lama, pernah berjuang bersama, tapi tidak menutup kemungkinan aku cari tau yang baru juga,” jelasnya. Di art fair ArtMoments Bali ini Superlative mengajak seniman-seniman muda lain seperti Yahya Rifandaru, Aphrodita Wibowo, Rendy Maulana, Dhado Wacky, Acul Gaos, dan Rijan Maulana.