Dunia boleh suram, namun imajinasi sebisa mungkin dipertahankan agar tetap indah dan optimis. Elie Saab salah satu desainer yang tetap mempertahankan imajinasinya bertahan di singasana bunga-bunga, padahal Elie Saab melalui banyak selama pandemi, termasuk ketika Beirut kota tempat sebagian workshop nya berada terhantam ledakan dahsyat ammonium nitrat yang membuat kota lumpuh tepat di masa ketegangan pandemi. Untuk koleksi couture fall 2021, Elie membawa kenangan fashion ke masa jaya dan keemasan haute couture di tahun 50an. Ketika gaun-gaun begitu gala, siluet-siluet princess mekar mewah, Hollywood glamor juga sedang bersinar-sinarnya. Agar tidak terjebak di masa lalu tersebut, Elie membuat strategi desain yang advance, misalnya membuat aplikasi 3D berbentuk floral dengn kelopak-kelopak dari bahan feathers, tumpukan aplikasi terlihat bagai lukisan impressionism. Selain itu aksen-aksen korsase dibuat abstrak unpredictable, sesuai pemikiran orang-orang jaman digital. Selain gaun-gaun bouffant, Elise juga membuat suit ala Marlene Dietrich yang androgyny, namun tetap memiliki jubah panjang mengekor yang pantas diseret di jalur red carpet.
Syahmedi Dean
Syahmedi Dean adalah seorang penulis yang telah menerbitkan sejumlah buku dan juga seorang jurnalis Mode dan Seni. Ia sudah meliput London Milan Paris Fashion Week sejak tahun 2000. Ia lulus dari Fakultas Seni Rupa Isntitut Seni Indonesia Yogyakarta, Program Studi Desain Komunikasi Visual. Kemudian memulai karir jurnalistik di majalah Femina tahun 1996, lalu berturut-turut menapak naik ke media-media terkemuka nasional seperti majalah Harper’s Bazaar Indonesia, majalah Dewi, majalah SOAP, Harian Media Indonesia, dan majalah Estetika. Dengan segenap perjalanan karirnya, kini ia menjadi Co-Founder dan Editorial Director LUXINA.