Kapan terakhir kali kalian melihat coretan-coretan emosional di atas kanvas? Coretan-coretan abstract expressionism yang terkadang membuat kita terbawa ikut-ikutan kalut dan ruwet. Tapi coba pandang karya-karya baru dari seniman Mutiara Riswari yang tengah dipamerkan di Artsphere Gallery di Dharmwangsa Square, Jakarta Selatan. Kita seperti dihadapkan pada satu gairah, keliaran, dan emosi yang bersih elegan. Tabrakan yang hampir tak mungkin, ruwet tapi rapi, membadai dan berkecamuk tetapi slow, abstrak tetapi tersematkan sekelumit realita yang tersembunyi.
Realita di balik badai abstraksi
Apa realita yang tersembunyi di balik badai abstraksi coretan Mutiara? Ternyata sekelumit perhatian terhadap raga, tersembunyi dibalik lapisan abstraksi. Seperti pada foto utama di artikel ini, lukisan berjudul “In The Wake of Decay” (rubber, soil, acrylic, spray paint, pastel) di kanvas (80 x 60 cm), di antara tarikan emosinal berlatar awan biru bersih, dengan sinar matahari cerah-cerah optimis, temukanlah jemari dari sepasang tangan, yang kiri seolah sedang berpikir, yang kanan seolah sedang menanti, keduanya tersamarkan oleh sapuan-sapuan yang terlontar ke langit. Palet warna yang dikontrol sangat baik, menambahkan kesan reliable. Bentuk anatomi jemari, walau tak lengkap, tetapi menggambarkan jika Mutiara menguasai penggambaran anatomi yang baik. Sekarang coba kalian telaah sendiri di setiap lukisan di sini, anatomi apa saja yang kalian temukan.
Abstract expressionism di Artsphere Gallery Jakarta
Berbeda dari seni konvensional, aliran abstract expressionism tidak berusaha menampilkan kehidupan nyata atau menyampaikan pesan yang jelas. Abstract expressionism lebih dari sekadar tampilan visual; ia tentang perasaan dan pemikiran di balik karya seni. Para seniman yang memulai gerakan ini merasa bahwa seni seharusnya menjadi sarana untuk mengungkapkan gejolak batin mereka, bukan hanya menampilkan apa yang tampak di luar. Mereka ingin mengekspresikan sesuatu yang bergejolak di alam bawah sadar, orang yang melihat karya mereka bisa terpancing secara personal, menafsirkan objek di atas kanvas berdasarkan perasaan dan imajinasi pribadi masing-masing.
Mutiara Institut Seni Indonesia Yogyakarta
Mutiara Riswari lahir pada tahun 1998 di Semarang. Ia menempuh pendidikan di Sekolah Seni Yogyakarta (2013-2016) dan melanjutkan studi di Institut Seni Indonesia Yogyakarta pada tahun 2016, yang diselesaikannya pada 2019. Saat ini, ia tinggal dan berkarya di Yogyakarta, Indonesia. Secara teknis, banyak karya Mutiara menggunakan akrilik dan pastel, media yang sudah akrab sejak ia kecil. Pola-pola abstrak yang khas dalam karyanya mencerminkan respons imajinatif terhadap objek-objek di dunia nyata. Melalui berbagai fase, sisi anak-anak dalam dirinya turut hadir di setiap proses kreatifnya. Inilah yang mendorong Mutiara untuk menghubungkan imajinasi dengan realitas. Hubungan waktu ini membuat kesadaran Mutiara terfokus pada psikologi.
Kumpulan realitas yang belum terselesaikan
“Karya saya adalah kumpulan realitas yang belum terselesaikan, tentang keberadaan kehampaan. Saya berkarya dengan sadar; kesadaran adalah terapi untuk menjadi lebih peka, karena bagi saya, kesadaran adalah dasar,” ujar Mutiara pada pembukaan yang berjudul “KALA”. Pameran berlangsung mulai dari 9 November sampai dengan 9 Desember 2024. Ini bukan pameran perdana Mutiara, ia telah memulainya sejak 10 tahun yang lalu. Tahun 2024 ini saja Mutiara telah berpameran di; Art Jakarta 2024 wARTa – JIEXPO Kemayoran Jakarta; Art Care Indonesia by Artjog – Jogja National Museum Yogyakarta; “Suara-Suara” Yogya Annual Art #9 – Bale Banjar Sangkring Yogyakarta; “Jill Stu Art Is..” exhibition by What Cafe x Jill Stuart Japan di What Cafe Terrada Tokyo, Japan; Art Jakarta Gardens 2024, with ArtSphere at Hutan Kota by Plataran, Jakarta Pusat .