Apa yang bisa kita temukan dari menyatunya dua Creative Director, Raf Simons dan Miuccia Prada, untuk jenama PRADA? Secara kasat mata mungkin hampir tak terdeteksi, karena peleburan yang smooth, apalagi di mata generasi Z, tak akan tampak dimana perbedaan dengan koleksi-koleksi sebelumnya, apalagi keduanya juga bukan tipe desainer sensasional yang haus akan perhatian. Tapi dari rasa, kita bisa deteksi betapa ada dua kekuatan ‘master’ dalam fashion tengah bergumul. Miuccia yang memiliki karakter ‘austere’ dan tertib, dan Raf yang memiliki karakter cool dan romantis, hasilnya, attitude PRADA yang kerap berkesan serius kini lebih flirty dan cool tanpa kehilangan PRADA-ness yang sudah mengakar di mata Prada mania. Raf mengatakan setelah show virtual selesai, “sejujurnya, saya telah memperhatikan Miuccia lebih dari 25 tahun, cara berpakaiannya yang berkesan uniform. Uniform mengimplikasikan hemat, fokus hanya pada elemen pakaian yang fundamental saja.”
Fundamental Adalah Karakter PRADA-ness
Elemen fundamental dalam fashion (apalagi kalau bukan outerwear) menjadi elemen penentu penampilan di koleksi ini. Trench dan overcoat dibuat panjang dan trapeze, dipakai dengan cara digenggam di depan dada, sangat stylish (ide ini diangkat lagi dari arsip pertama Prada untuk koleksi fall 1991). Pullover bahan cashmere khas Prada dibuat bolong-bolong, dikenakan dengan kaus lengan panjang yang juga bolong-bolong. Pullover hoodie warna putih dihiasi print floral dan segitiga geometris dari logo Prada yang ikonik. Logo Prada ini tidak lagi disempilkan malu-malu, di beberapa rancangan logo ini dipasangkan dominan di depan dada tepat di bawah leher. Arsip lama lain yang diangkat adalah motif print Prada dari koleksi spring 1996.
Foto: PRADA