Mendengar nama Valentino, otomatis harapan fashion yang mencuat adalah tampilnya semburat warna, letupan volume, dan tarian ruffles di sekujur badan. Tapi harapan tersebut bolehlah ditepis dahulu, karena Pierpaolo Piccioli, direktur kreatif Valentino, tidak terjebak dengan apa yang sudah ia trending kan sebelumnya, ia membawa etos ‘punk’, menolak apa yang sudah termapankan, anti sesuatu yang sudah menjadi ‘terbiasa’. Pier membawa pecinta Valentino ke ranah yang baru, ranah yang bernuansa ‘Punk’, pekat dengan formasi warna serba hitam putih dengan imbuhan warna metalik keemasan yang solid. Namun Punk yang dibesut ini bukanlah Punk yang sering kita lihat seperti tshirt lusush yang berteriak dengan kata-kata solidaritas, pakaian yang tertancapkan barisan studs, jeans sobek-sobek, dan trucker jacket yang vintage. Pier membesutnya dengan elegan, chick, muda belia. Presentasi dipentaskan di kota Milan, di Piccolo Teatro, satu teater yang didirikan tahun 1947, yang merupakan simbol dari sebuah kesadaran dan progress dalam menciptakan kultur bagi Italia.
Cut-Out Dengan Gunting Valentino Yang Tajam
Pier membawa mood Punk ke konsep berpakaian preppy look yang sebenarnya identik dengan formalitas. Formasi basic nya adalah kemeja putih dan sweater, nah Pier memainkan formasi ini, misalnya ia membuat kemeja berkerah memanjang lancip melebih standar kerah kemeja, dikenakan dengan sweater-sweater hitam yang di cut-out dengan kesan penggunaan gunting yang sangat tajam, cut-out ada yang berpola floral, dan banyak yang berpola wajik. Mayoritas desain bersiluet mini, memberi kesan muda, rok-rok mini berpola bias. Beberapa mini dress berornamen opnaisel di dada, membawa kesan kemeja klasik. Titik sensualitas hanya pada menampilkan kaki yang panjang, tidak ada bahu terbuka, tidak ada belahan cleavage, tidak ada sleeveless, tidak ada high slit, sopan khas preppy look.
Foto: Valentino