Di antara hiruk pikuk seni rupa, teriakan-teriakan visual yang ribut, dan celoteh warna yang bising, datanglah Putu Sastra Wibawa, dengan hamparan selusin karya lukis yang senyap, hening, nyaris tidak mengajak berinteraksi. Dari kejauhan, kanvasnya seperti bidang kosong, namun ketika kita mendekat, dengan jarak pandang yang sangat dekat, tampaklah degup emosi hampir di setiap milimeter kanvas. Gejolak halus seperti riak-riak air di bawah hujan, merata di permukaan kanvas. Belum berhenti di sini, riak-riak liar tersebut ternyata terpenjara oleh pola geometris rapat-rapat yang mencengangkan.

Liminal Space antara dua keadaan
Pameran ini berjudul Liminal Space (solo exhibition ke tiga bagi Sastra), berlangsung di Rachel Gallery Jakarta. Dalam sudut pandang seni dan estetika, Liminal Space merujuk pada ruang-ruang transisi yang menciptakan perasaan antara dua keadaan—tidak sepenuhnya di masa lalu, tetapi juga belum mencapai masa depan. Visualnya sering kali menampilkan koridor kosong, misalnya pusat perbelanjaan tanpa orang, atau halte bus yang diterangi lampu neon di tengah malam, menciptakan atmosfer yang asing namun akrab. Keanehan ini memunculkan kesan nostalgia, keterasingan, atau bahkan ketenangan yang surealis. Konsep liminal space ini kerap dibesut untuk mengeksplorasi ketidakpastian eksistensial, mengajak penikmatnya merenungkan batas antara realitas dan imajinasi.

Kenyataan hidup glamor di Rachel Gallery
Uniknya, karya-karya Sastra ini bisa meneriakkan kontradiksi hidup dengan cara yang senyap. Perlawanan antara bercak air dan penjara pola geometris, adalah kontradiksi kenyataan hidup, lalu kontradiksi ditebarkan dengan karakter yang glitz and glam, glamor yang elegan. Ia menggunakan serbuk mica powder dalam setiap adonan cat akriliknya, serbuk inilah yang memantulkan cahaya dan menegaskan batas-batas antara pola geometris dan bercak air. Penyapuan cat ke kanvas menggunakan kuas blush-on, kuas yang biasanya digunakan oleh para Makeup Artist. Masing-masing lukisan Sastra di Rachel Gallery ini berharga mulai dari Rp 7.000.000,- hingga Rp 35.000.000,-

Seperti ada suara
Bagaimana keseharian Putu Sastra Wibawa, apakah sesenyap lukisannya? Ia tergelak ketika saya menanyakan hal ini. Di kesehariannya ketika tidak melukis, di Yogyakarta, ia beraktivitas sosial seperti orang kebanyakan, namun kemana pun ia pergi, ia seperti berada di ruang-ruang liminal, lengang. “Seperti ada suara-suara,” ujarnya menyampaikan seperti ada lamat-lamat orang berbisik. Putu Sastra Wibawa lahir di Bali tahun 1991, dan menyelesaikan kuliah di Institut Seni Indonesia Yogyakarta tahun 2016.


