Selama bekerja lebih dari 15 tahun sebagai fashion editor, ketika ada yang bertanya pada saya: “Siapa desainer/ label pakaian pria yang bagus sekarang ini di Indonesia?”, saya masih belum bisa menjawab. Bahkan ketika saya mencari di Google saja tidak ada. Memakan waktu lama untuk saya bisa menjawab pertanyaan tersebut yang diakhiri dengan kata-kata “Tapi itu pun… “. Mungkin ada diluar sana desainer/ label pakaian pria yang bagus, tapi saya belum tau atau belum pernah mencobanya. Namun sepanjang karir saya, saya belum pernah menemukannya. Setiap saya menyaksikan fashion show di Jakarta dari desainer atau jenama fashion pria, batin saya selalu berkata, “Ini mau dipakai kemana ya? Apa hanya menargetkan dipinjam selebritis untuk kerpet merah dan perform di televisi atau hanya postingan instagram?
Ya, fashion pria di Indonesia sudah berkembang dengan pesat. Tapi apakah mau berkembang di situ-situ saja? Bagaimana cara membuatnya untuk bisa naik ke peringkat yang lebih tinggi lagi? Yang saya maksud disini adalah desainer atau label pakaian pria yang bisa mengakomodir pakaian pria sehari-hari atau ready-to-wear, tidak bergaya etnik, berada di kelas A dan B, dengan craftsmanship terbaik, desain yang mudah dipakai oleh siapapun, melakukan presentasi fashion show rutin setiap tahun dan mudah diakses. Standarnya ketinggian? Saya rasa tidak, karena kalau ditanya “yang bagus”, bagus yang saya maksud memiliki semua point yang saya maksud di atas. Selain itu yang saya maksud juga adalah desainer/ label yang menyediakan pakaian kasual atau formal (office attire). Bukan hanya pakaian yang bisa dipakai dan dipinjamkan pada selebritis untuk di karpet merah.

Ada label atau desainer yang menyediakan pakaian pria yang bagus, tapi tidak menjadi fokus utama dalam produksinya, hanya sebagai pelengkap yang mungkin hanya mengambil sepotong kecil bagian di pasar. Misalnya Biyan dan Studio 133 by Biyan atau Sejauh Mata Memandang, yang menyediakan koleksi pakaian pakaian kasual untuk pria. Sementara yang lain menyediakan dengan format Made to Order berdasarkan pesanan atau hanya pakaian yang berbasis batik dan tenun, yang tidak mungkin dipakai sehari-hari.
Sebagai contoh jenama luar misialnya, Calvin Klein, Ralph Lauren, Thom Browne, Tommy Hilfiger, Amiri, Boss dan Zegna. Sementara kalau mencari head to head jenama ini di Indonesia (in terms of image, bukan harga dan desain), belum ada. Semua jenama ini mampu mengakomodir gaya berpakaian pria sehari-hari dengan kewajaran yang alami, sehingga siapapun bisa memakainya. Bukan dengan pakaian berpotongan trendy, etnik, penuh ornamen yang tidak penting dan sulit dipakai. Yang pria pasti berpikir saat membeli, “ini mau saya pakai kemana ya?”.

Desainer dan jenama fashion pria Indonesia terlalu fokus pada trend, yang jelas terlihat ikut-ikutan. Apabila desainer membuat koleksi berbasis trend, artinya jenama tersebut adalah followers alias ikut-ikutan. Tidak ada yang berpikir untuk membuat siluet klasik yang timeless dan bisa dipakai kapan saja tanpa mengenal waktu. Tapi sebenarnya tidak ada yang salah juga dengan mengikuti trend, namun alangkah baiknya juga membuat koleksi yang bisa dipakai kapan saja. Kalau kalian menyadari, setiap jenama fashion luar, baik untuk pria dan wanita, selalu menyediakan koleksi klasik yang akan ada terus menerus, dengan perubahan yang sangat minim setiap tahun. Tapi mereka juga menyediakan koleksi musiman (seasonal) yang hanya tersedia mengikuti musim yang berlaku, seperti musim semi dan panas, musim gugur dan dingin. Dan begitupun, koleksi musiman mereka tidak akan mendikte trend sehingga banyak yang bisa dipakai kapan saja, diluar penggunaan material bahan berdasarkan musim.

Saya menyaksikan betapa industri fashion pria, dari berbagai liputan saya di Pitti Uomo Florence, fashion week di Milan dan Paris setiap tahun, dikerjakan dengan sangat serius oleh orang-orang professional di bidangnya. Yang mana mereka mampu mencari ide dan inspirasi tanpa ada intervensi dari label lain untuk menjadi acuan, tapi melibatkan kebutuhan manusia sehari-hari, pendekatan pada kebiasaan individu dan perjalanan melihat sisi lain dari dunia ini. Begitulah mereka mencari cara untuk tetap bisa terus menciptkan kebaruan dalam fashion agar tidak terjebak dalam lingkaran trend. Memang kemajuan industri kita belum sebesar di kota mode dunia, tapi bukankah sebaiknya dimulai dengan cara yang benar instead of karena bisnis ini mendatangkan kentungan semata? Dan secara general, Pemerintah juga seharusnya menyediakan payung hukum untuk melindungi industri fashion Indonesia, yang mungkin akan saya bahas lain kali.
Jadi untuk saat ini, belum ada desainer dan jenama fashion pria Indonesia yang bagus menurut saya. Yang biasa-biasa saja mungkin banyak, tapi yang bagus? Ada yang tau? Yang memenuhi faktor-faktor yang saya sebut di atas? Saya membuat tulisan ini sebenarnya untuk mencari jenama dan desainer fashion pria untuk menjawab pertanyaan di atas. Dan juga untuk memberi informasi, kepada siapapun, bahwa slot fashion pria ini masih terbuka dengan lebar untuk dijadikan ladang usaha, terutama di pasar A dan B. Namun ingat, bisnis dan fashion adalah dua hal yang jauh berbeda, yang sebaiknya dikerjakan oleh masing-masing ahlinya. Semoga, tahun 2024 mendatang, fashion pria Indonesia bisa berada di posisi yang lebih tinggi lagi dengan mengutamakan kualitas terbaik.
