Rasanya belum pernah terdengar ada seorang desainer mengambil kinerja seorang fotografer sebagai inspirasi dalam berkarya. Tapi ternyata ada, namanya Andreas Odang. Di tengah suasana pandemi ini, ia melangsir satu seri rancangan couture spring/summer 2021 dengan sumber ide dari kekagumannya terhadap fotografer Irving Penn. Hm, satu aksi yang mencuatkan dua pertanyaan penting, pertama: kenapa Irving Penn? Kedua: Dalam suasana seperti ini apa ada orang masih sempat berpikir couture? Luxina menghubungi Odang demi mencari jawaban, “Irving salah satu fotografer yang menurut saya mampu memotret karya-karya couture dengan elegan, siluet dan konstruksi rancangan bisa ia tangkap dengan jelas, mood dan bahasa tubuh model juga bisa ia atur sesuai dengan karakter rancangan,” jawab Odang via telepon. Irving Penn, seorang fotografer Amerika yang membuat nama-nama couturier seperti Charles James dan Cristóbal Balenciaga meroket dan dikenang lewat fotografi . Kinerja Irving ini membuat Odang memikirkan koleksi terbarunya sesuai dengan mood Irving, mulai dari sketsa awal hingga bagaimana nantinya rancangan akan difoto ala Irving untuk keperluan press release.
Pendewasaan Desain dan Gaun Yang Memakan Klien
Hasilnya, cukup significant, seperti ada pendewasaan desain, rancangan terlihat matang dan tenang. Pendewasaan ini bisa juga karena latar belakang Odang yang pernah bekerja di media (ia pernah menjadi Fashion Editor di majalah Dewi), sehingga mengerti bagaimana ball gown yang baik untuk pembaca, dan bagaimana berada di dalam proses kerja fotografi. Ia juga punya ‘punch line’ yang selalu ia sampaikan kepada klien-kliennya, “Ibu, jangan sampai gaun yang memakan ibu, tapi ibulah yang harus memakan gaun.” Ini satu ungkapan penting untuk klien agar jangan meminta-minta desain yang akhirnya menenggelamkan jati diri, sehingga orang lebih memuji gaunnya dari pada pemakainya, ini menurut Odang sangat merugikan klien. Odang akan menciptakan gaun yang justru mampu menopang kepribadian dan kenyamanan klien.
Proses Virtual Yang Penuh Tantangan
Pertanyaan kedua, siapa yang masih memerlukan couture dewasa ini? Dasar penciptaan koleksi ini sebenarnya bukanlah semata-mata demi memenuhi kebutuhan couture di Jakarta, melainkan lebih karena memikirkan bagaimana tim produksi dan karyawan bisa mendapatkan penghasilan di tengah isu global ini. Selain itu Odang juga merasakan seperti ada rasa berontak di dalam dirinya untuk jangan sampai jenama couture atas namanya sendiri ini ikut terbawa tenggelam karena isu covid-19. Berbagai challenge terpaksa dihadapi, misalnya memimpin semua produksi secara virtual, pengadaan bahan-bahan dari toko kain juga virtual, karena kain-kain tak bisa dipegang dan diraba, pemilihannya benar-benar berdasarkan pengalaman saja, meskipun tetap risau apakah jenis kain yang tampak menarik di layar handphone tersebut bisa tetap sama indah ketika digantungkan di mannequin. Anggota tim produksi juga bekerja dari rumah, membawa segala mannequin, beads, dan peralatan couture. Odang mencek progres lewat video call, benar-benar intuisi harus dipompa maksimal untuk memutuskan sesuatu karena kadang-kadang pencahayaan di kamar kos tim produksi mengubah mood rancangan.
Strategi Bisnis Couture Di Tengah Pandemi
Strategi terpenting yang Odang terapkan adalah memangkas harga gaun separuh dari harga gaun-gaun Odang saat belum kejadian pandemi Covid-19. Ini strategi yang dicintai klien, Odang memberi kisaran harga wedding gown di antara 1500 US$ hingga 2000 US$, dengan hasil akhir bagaikan empat kali lipat harga yang diberikan. Harga ini memang bisa pas dengan minat fashion kebanyakan orang saat ini yang tidak ingin terlalu glamor, sehingga kegemerlapan beads bisa dihindarkan dan memangkas cost production. Penerapan harga ini ternyata membuat ada satu klien yang memesan dua gaun kepada Odang.
7 Langkah Eksekusi Couture
Bicara dan Konsultasi
Klien membuat janji bertemu untuk membicarakan berbagai hal terkait dengan gaun yang akan dipesan. Odang hanya menerima maksimal 3 klien per hari dengan waktu konsultasi 1 hingga 2 jam per klien. Di akhir pertemuan Odang akan mendesain 3 opsi gaun perpaduan dari keinginan klien dan standar ilmu fashion yang Odang gali di sekolah fashion Istituto Marangoni di Milan.
Pemilihan bahan
Pilah-pilih bahan dilakukan bersama dengan klien ke toko bahan pada waktu yang ditentukan bersama. Namun ada juga klien yang sudah mempercayakan sepenuhnya pemilihan bahan kepada Odang.
Fitting Mock Up
Ini pengepasan gaun pertama kali setelah desain, bahan masih menggunakan blacu. Fitting ini untuk akurasi ukuran dan cutting, cek lingkar dada, pinggang, dan pinggul sesuai dengan yang diharapkan, panjang gaun serta segala bentuk kerung lengan dan leher yang pas.
Fitting Bahan Asli
Pengepasan gaun yang sudah menggunakan bahan yang sebenarnya. Pengepasan ini penting bagi klien yang tidak terlalu paham membaca sketsa gaun atau mock up gaun. Di tahap ini Odang dan klien saling berbagi pendapat.
Fitting Pra Final
Pada tahap ini, rancangan sudah 80% jadi, panjang gaun sudah sesuai dengan tinggi sepatu yang akan dipakai, peletakan payet dan ornamentasi hampir selesai. Di sini titik toleransi terakhir Odang terhadap kedisiplinan klien menjaga tubuh sehingga tidak ada lagi perubahan, lingkar badan, dada, pinggal, dan pinggul, atau malah badan yang menyusut drastis karena terlalu banyak pikiran.
Final dan Last Minute Fitting
Gaun selesai, namun Odang tetap memberikan kesempatan untuk last minute fitting. Apabila ada kendala-kendala kecil yang harus diatasi, maka tim Andreas Odang Couture siaga bertindak cepat.
Pengambilan Gaun
Klien bisa mengambil gaun sendiri atau mengirimkan perwakilan. Walaupun gaun sudah selesai bukan berarti service dari Odang selesai, pada hari H pemakaian gaun, Odang bersama tim akan datang ke acara tempat gaun dipakai untuk membantu memakaikan gaun ke tubuh klien, walau hanya membantu pemakaian tetap tim Odang membawa segala persenjataan ‘couture’ seperti jarum, benang, payet, dan gunting sebagai antisipasi terakhir sebelum gaun naik ke atas panggung pelaminan.
Foto: Andreas Odang Couture