Jarang-jarang bisa tampak Christian Sugiono di sebuah pameran lukisan, apalagi pameran tersebut memamerkan lukisan koleksinya sendiri berjudul Tree Series #1 Wooden Piano karya Kemal Ezedine, acrylic on canvas (140 x 300m). Lukisan sepanjang 3 meter tersebut menampilkan pangkal pohon mati yang kaya akan tekstur kulit, daging pohon, lumut hijau segar, lumpur yang memasir, bahkan seperti ada tertancap prescious stone macam red aventurine. Pangkal pohon mengakar kokoh, kontras dengan latar langit putih dan pepohonan lain yang juga mati tak berdaun, serta sebatang pohon tumbang. “Saya suka lukisan pohon, dan tidak banyak bisa ditemukan lukisan pohon seperti ini, makanya langsung saya beli untuk dipajang dirumah,” ujar Christian kepada Luxina.
Kuda elegan di atas padang pasir, hingga bahasa jemari
Christian tidak sendiri di pameran ini, ada Wanda Hamidah dengan koleksi art piece karya R.E. Hartanto berteknik cetak ultrachrome di atas kertas Hahnemühle William Turner dengan bobot 190 gram per square meter di dimensi 55 x 55 cm, karya ini sangat elegan, berlatar langit biru, dengan seekor kuda yang berdiri di atas padang pasir lembut, sang kuda terlihat nyaman dan anggun, hanya bulan bulat bundar yang menyainginya di langit biru. Perhatikan juga koleksi Winda Malika Siregar, berupa tiga set lukisan oil on wood (20 x 20 cm) karya fotografer Davy Linggar, masing-masing menggambar bahasa jemari dan genggaman, menyiratkan rasa perlindungan, pasrah tapi nyaman, juga genggaman nasib. Di dunia nyata kita bisa membaca perasaan seseorang dari bola matanya, dan…, jari jemarinya. Satu pilihan karya seni yang thoughtful dari Winda Malika Siregar. Selain nama-nama di atas, kolektor lain yang menyertakan koleksi mereka di pameran ini adalah Anthony Sukanto dengan lukisan karya Alip Jon, Aoura Lovenson Chandra dengan lukisan cat air karya Atreyu Moniaga, Ben Soebiakto dengan lukisan karya Decki Leo Firmansyah, Joel Shen dengan karya I Nyoman Masriadi, dan banyak lagi.
Kolektor muda peminat seni dengan sederet program
Para kolektor ini tergabung dalam organisasi One Piece Club (OPC) Indonesia, satu organisasi kolektor yang sudah lebih dulu berkembang di Jepang, Taiwan, lalu Indonesia, dan menyusul Singapura, Tiongkok, dan Malaysia. Para kolektor anggota OPC ini, selain memiliki minat terhadap karya seni, juga menjunjung tinggi misi organisasi OPC, yaitu membawa karya seni ke khalayak yang lebih luas, membuatnya lebih mudah didekati masyarakat, dan memudahkan para penikmat seni pemula dalam memperhatikan karya seni. OPC memiliki kegiatan lain selain pameran, yaitu kunjungan bulanan ke berbagai galeri, museum, festival seni, studio seniman, bincang-bincang seniman, dan rumah kolektor, para anggota didorong untuk belajar tentang berbagai cara orang membangun koleksi seni mereka, dan menemukan karya seni kontemporer baru yang mereka ciptakan. mungkin ingin menambahkannya sendiri.
Coalesce, koalisi berbagai selera dan minat seni
“Akses kita ke dunia seni menjadi lebih mudah, jika ada seniman yang akan berpameran, kita akan diberi kesempatan melihat dulu koleksi seniman tersebut, sebelum pameran dibuka untuk umum,” ujar Wanda Hamidah yang hadir di hari pembukaan pameran. Masing-masing anggota hadir membawa keluarga, teman dan kolega OPC ke lokasi pameran di ROH Project, di Menteng, Jakarta Pusat. Pembukaan pameran dipimpin oleh Winda Malika Siregar (Board Member), yang menyampaikan sepatah dua patah kata-kata pembuka dengan casual dan bersahabat sehingga membuat suasana nyaman dan menyenangkan. Ia menyampaikan sekilas tujuan OPC untuk menumbuhkan apresiasi seni generasi mendatang dan untuk mendukung seniman saat ini. Winda juga memanggil para pendiri OPC untuk hadir ke depan bersamanya, yaitu Ibu Melani W. Setiawan dan Tom Tandio, juga satu board member lagi, Cosmas Gozali. Pameran ini sebenarnya dicanangkan pada tahun 2019, namun karena terhalang pandemi barulah pameran perdana OPC berjudul “COALESCE” di lakukan pada bulan Agustus 2023.