Dulu rencana Bung Karno membangun Sarinah, sebagai pusat perbelanjaan dan simbol dari kebangkitan produk Indonesia. Sarinah beroperasi sejak Agustus tahun 1966 sebagai pusat perbelanjaan modern pertama di Indonesia yang menaungi usaha rakyat khususnya dibidang eceran atau ritel dan gaya hidup. Bung Karno mengamanatkan bahwa Sarinah harus menjadi pusat perdagangan dan promosi barang-barang dalam negeri, terutama hasil pertanian dan perindustrian rakyat. Namun seiring bergantinya kepemimpinan negara, Sarinah terbabat habis oleh kehadiran pusat-pusat perbelanjaan berisi barang-barang internasional. Gambaran ini diungkapan Guruh Soekarnoputra, pada acara peluncuran film pendek berjudul “Mbok dan Bung” sebagai pertanda disemarakkannya kembali Sarinah. Gerakkan ini memang sangat penting ditengah usaha banyak pihak untuk menaikkan dan menjunjung tinggi produk-produk Indonesia, seperti wastra, perhiasan, dan piranti interior. Produk-produk tersebut butuh tempat yang layak, berkelas, dan elegan.
Produk yang sefrekuensi dengan barang-barang luxury
Banyak juga bibir skeptis yang mempertanyakan tentang ‘mengapa harga-harga di dalam Sarinah sangat mahal?’ Padahal kalau dipikir dari sisi lain, mengapa produk-produk Indonesia harus murah? Di saat lebih dari ratusan wanita di Jakarta yang memiliki tas tangan seharga setengah milyar rupiah, di saat inilah Indonesia harus bisa mensuplai perlengkapan yang mampu bersanding dengan tas-tas mahal tersebut. Barang-barang murah tidak akan sefrekuensi dengan barang-barang luxury yang berdatangan dari luar negeri. Tentu saja pihak Sarinah juga harus sangat ketat terhadap kualitas dan apa-apa saja yang layak untuk nangkring di Sarinah, agar cita-cita Bung Karno bisa mekar berjaya.
Petikan yang mengesankan dalam hidup Bung Karno
Film “Mbok dan Bung” tampil berdurasi 15 menit, disajikan benar-benar berupa potret rakyat Indonesia, yang hidup bersahaja mengenakan barang-barang yang fungsional, dari pakaian hingga peralatan rumah. Bercerita tentang sosok Mbok Sarinah dan Bung Karno kecil. Keseharian Sarinah dalam mengasuh berpengaruh kuat pada diri Bung Karno, membuatnya tumbuh menjadi seorang yang humanis dan menjadi dasar perjuangan Bung Karno dalam membangun Indonesia. “Mbok Sarinah merupakan sosok yang menemani masa kecil Bapak Sukarno dan beliau telah memberikan banyak pelajaran untuk menghargai serta mencintai rakyat. Oleh karena itu, beliau memutuskan untuk mengabadikan sang pengasuh melalui nama gedung pencakar langit dan pusat perbelanjaan modern pertama di Indonesia,” ujar Rakesh Kumar Ashok Adwani, Direktur Perdagangan PT Sarinah. Pemutaran perdana film pendek “Mbok dan Bung” dihadiri oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara Indonesia, Erick Thohir dan putra Presiden Sukarno, Guruh Sukarnoputra. Selain itu, Marissa Anita, aktris Pemenang Piala Citra FFI 2021, yang memerankan peran utama Mbok Sarinah, dan aktor cilik Kenichi Virendra pemeran Kusno juga turut hadir dalam acara ini.
Marissa Anita, Mbok Sarinah, dan Guruh
Marissa Anita bermain sangat mengesankan, awalnya penulis berpikir ‘apa Marissa bisa, apa lagi mengingat sosok dan wajahnya yang modern?’ Tapi ternyata, Marissa begitu berfusi dengan Mbok Sarinah. Ia bisa ‘njeplak’ dengan pas sambil merebus ubi. Pada satu adegan Marissa berkata “Yok opo seh arek iki njhegideg ae?” (Kenapa sih anak ini diam saja?) ketika melihat Bung Karno kecil malu setelah dicemooh teman sepermainan. Kita merasakan kadar simbok-simbok yang kental di dalam suaranya. Di adegan ketika Mbok Sarinah harus berpisah, ia mengenakan kebaya putih yang lusuh (off-white), rada oversized, sangat sederhana tapi sangat powerful, kebaya yang memperkuat sosok berwibawa dan mengayomi. “Satu hal penting yang Bapak ceritakan, Mbok Sarinah itulah yang mengajarkan Bapak untuk mencintai semua ciptaan Tuhan, mencintai sesama manusia, menghargai dan rendah hati. Di dalam kehidupan saya pun juga memiliki pengasuh seperti Mbok Sarinah, yang saya bayangkan persis seperti Mbok Sarinah, namanya Nek Joyo. Ketika Bapak bercerita tentang Mbok Sarinah, saya juga merasakan hal yang sama dari Nek Joyo. Nek Joyo juga memberi nasihat kepada saya untuk terus sabar dan harus menghargai semua orang,” tutur Guruh Soekarnoputra.
Sekelumit pelajaran hidup dari Mojokerto
Wregas Bhanuteja, produser film “Mbok dan Bung” mengajak sutradara muda Ninndi Raras dalam memproduksi film ini yang mengambil situasi di Mojokerto tahun 1907. “Mbok Sarinah adalah sosok yang banyak menyampaikan pelajaran pada Kusno tentang bagaimana kita hidup menjadi manusia yang harus selalu mengasihi sesama manusia lain dan membantu manusia yang kesusahan dan berkekurangan. Pelajaran tentang kasih sayang tersebut tidak selalu harus dari keluarga maupun orang yang memiliki hubungan darah, melainkan bisa datang dari siapapun. Seperti Sarinah yang mengasuh Kusno, kami pun memiliki harapan agar semangat untuk manusia menebarkan cinta kasih pun semakin berlipat ganda, sehingga kita bisa hidup bersama-sama di muka bumi ini dengan penuh kedamaian. Itulah mengapa kami memutuskan untuk membuat film ini. Dengan menjadi sosok yang mau mengingatkan, mau berbagi, maupun mau menolong, kita pun turut memberi sumbangan pada kedamaian manusia.” ujar Wregas Bhanuteja.
Silahkan tonton ‘Mbok dan Bung’ di sini: