Sosok ibu di dalam kehidupan orang-orang di kota besar kerap kali mengharu biru, ibu ada, tetapi bekerja sepanjang matahari bersinar, umumnya anak-anak diasuh oleh The Nanny, atau Mbak, yang mau tak mau bagaikan ibu juga. Dalam pengalaman seniman muda bernama Haiza Puti, kerinduan terhadap ibu malah terjadi lebih belia lagi. Hari demi hari Haiza memperhatikan apa yang terjadi, siapa yang melindunginya, siapa yang bisa mengisi kekosongan seorang ibu di dalam hidupnya. Ternyata, ‘Si Mbak’. Di usia dewasa saat ini, Haiza, lulusan Seni Rupa ITB, menggerakkan tangannya untuk membuat 10 buah gembok, yang ia pamerkan di dalam kamar mewah InterContinental Bali Resort, dalam ajang ArtMoments Bali 2023. Gembok-gembok berbaris sejajar, masing-masing penyok, dengan tingkat penyok yang beragam, ada yang masih rada utuh cuma gompel sedikit, ada yang benar-benar ringsek namun sisi pengaitnya masih utuh.
Deretan gembok pelindung perjalanan hidup
“Karya gembok ini, seri yang aku bikin utk ‘Mbak ku’, pembantu rumah tangga di rumah,” ujar Haiza kepada Luxina. “Karena sebenarnya akhir-akhir ini, kalau ngomongin politisnya, tidak ada regulasi yang melindungi mereka, tapi disisi lain mereka yang melindungiku. Ibuku sudah tidak ada dari aku umur dua tahun. Jadi, dari kecil aku terbiasa untuk mencari sosok ibu yang seperti apa, aku menemukan itu di PRT yg ada di rumah. Karya ini bukan hanya untuk PRT ku, tetapi untuk PRT siapa pun mereka, di rumah mana pun mereka berada. Bayangkan, kita hidup di ibukota, orang tua kerja, kayaknya anak-anak besarnya bersama PRT. Lebih salut lagi, para PRT ini sebenarnya punya anak juga di rumah mereka di kampung, tapi mereka kuat pindah ke Jakarta, mengurus dan mengasuh anak orang lain, dan anak orang itu jadi.”
Kenapa gembok?
Luxina: Kenapa harus gembok?
Haiza: Gembok, menjaga rumah, menjaga keluargaku.
Luxina: Sampai bonyok begini?
Haiza: Karena pasti enggak ada yang sempurna, maksudnya, selalu ada distorsi waktu, distorsi komunikasi, adalah yang terdistorsi, penyampaian yang mungkin sebenarnya baik diterima dengan tidak baik, enggak ada yang benar-benar sempurna.
Luxina: Kenapa ini sembilan gembok, bukan 10?
Haiza: Ini sudah ada yang ambil satu, jadi tinggal 9 gembok.
Luxina: Kamu sendiri melalui gelombang hidup juga?
Haiza: Banget, panjang lah. Banyak karyaku aku dedikasikan bukan untuk mendiang ibuku saja, tetapi untuk aku yang pernah melalui itu semua, kehilangan ibu di usia 2 tahun, keknya gak gampang, itu berpengaruh ke banyak karyaku.
Luxina: Kenapa warna gembok penyok ini tampak sweet ya? Putih, lavender, ungu.
Haiza: Aku bikin kamus warna, aku pilih ungu, dan setelah aku pelajari dari tradisi, ungu kayaknya paling holistic, paling atas.
Pengabadian ‘Si Mbak’ di atas kanvas
Selain deretan gembok tersebut, Haiza juga menampilkan satu kanvas yang salah satu sudutnya ia potong, lalu di permukaan kanvas ia hadirkan gelombang-gelombang besar yang terasa sangat emosional. Kanvas tidak langsung ia sapu dengan cat akrilik, namun ia tempel dulu dengan pakaian ‘Mbak’, terdiri dari singlet dan celana serut karet. “Ini judulnya Warsiti dan Shakila, nama Mbak dan anaknya – yang memang lahir di rumah dan bersekolah dekat rumah juga. Pakaian mereka bagai simbol buatku. Aku sebenarnya pengin bikin semacam self portrait nya mereka, tapi lewat pakaian yang biasanya suka mereka pakai. Ini kain-kain sudah aku kerasin. Sebenarnya warnanya ungu juga,” ujar Haiza menjelaskan. Haiza bilang kalau ia akan selalu bermain tekstur, karena pada dasarnya ia banyak mengangkat isu tentang perempuan. Haiza merasa fluidity dan flexibility kain bisa menggambarkan apa yang ia bayangkan. “Mungkin tepatnya bukan tekstur ya, mungkin lipatan, atau gelombang. Kain itu kuat tapi tetap bisa berubah-ubah.” Ucap Haiza mengakhiri pembicaraan. Kehadiran Haiza Puti di ArtMoments Bali 2023 ini dibawa oleh ART AGENDA.