Kalau Anda sempat tonton film Satria Dewa: Gatotkaca, perhatikanlah tokoh Arjuna Dananjaya, dengan senjata pamungkasnya: Panah Pasopati. Cermati sorot matanya, yang membidik tajam, melepaskan dua, tiga busur panah dengan satu tarikan. Pada banyak scene dialog, atau ketika ia berdiri diam di belakang Gatotkaca, sorot matanya sungguh tajam. Ia tidak berbicara, tetapi sepasang bola matanya investigative, menusuk kamera, terkadang sorotnya lebih kuat menghujam daripada aksi-aksi di sekelilingnya. Siapa aktor yang dipilih sutradara Hanung Bramantyo untuk memerankan Dananjaya ini? Dialah Omar Daniel, kelahiran 9 April 1995 di Surakarta, Jawa Tengah. Omar bukan aktor baru di peta perfilman kita, ia pernah bermain dalam ‘Tentang Rindu’, bersama Aurora Ribero. Kemudian; I Will Survive; Langit Kala Senja; Enam Batang Rokok; Silent; dan Invalidite. Beberapa film belum dilepas ke publik terkait dengan masa pandemi.
Omar bilang ia sangat lega karena film Satria Dewa: Gatotkaca ini akhirnya ditayangkan, mengingat masa-masa syuting yang cukup penuh perjuangan di tengah tahun 2020, dalam suasana PPKM dimana-mana, dan ketatnya aturan protokol kesehatan. Luxina sempat bertemu Omar Daniel di butik luxury watch, Bvlgari, di Plaza Indonesia, dan mewawancarainya singkat di tengah-tengah ia menjajal jam tangan Bvlgari.
Kabarnya Omar pernah jadi jurnalis ya?
Pernah, waktu aku SMA sampai awal kuliah. Aku ikut kegiatan organisasi jurnalis waktu SMA di Solo, dan lanjut waktu kuliah di Jakarta.
Bagaimana ceritanya?
Lucu juga, ini gara-gara Papa dan Mama yang selalu nonton berita, pagi dan sore, setiap hari selalu nonton berita, jarang nonton hiburan. Pastinya aku ikut terbawa nonton bersama. Setiap lihat berita, lama-lama perhatianku lebih ke si news anchor. Aku pikir kenapa ya mereka bisa ngomong dengan indah, tenang, padahal yang disampaikan hal yang berat, informatif. Menurut aku mereka keren sekali, bisa bikin wawasan kita terbuka. Aku jadi tertarik dengan hal yang berbau penyampaian kata-kata, dan tulisan.
Siapa orang pertama yang Omar wawancarai?
Bapak Kepala Sekolah. Tahu kan kalau ruang Kepala Sekolah adalah ruangan ya sakral? Rasanya bangga, kita bisa duduk berhadapan dengan Kepala Sekolah, bicara langsung. Sungguh satu kehormatan dan kebahagiaan. Jadi saat itu aku bangga sekali bisa jadi jurnalis.
Tidak grogi?
Grogi juga sih, takut salah kata. Cara duduk pun super hati-hati. Jangan sampai dia tersinggung. jangan sampai terlihat bodoh juga.
Apa yang Omar dapatkan dari moment itu?
Banyak, pengalaman berkomunikasi dengan orang yang dihormati, cara membawa diri dan sopan santun, cara menata diri dan berbicara.
Bagaimana kalau sekarang ini malah Omar yang menghadapi wartawan?
Nah, ketika masuk di dunia entertainment, baru lah tantangan lagi. Kita berada di sisi sebaliknya. Kita yang diwawancarai.
Sudah bisa menghadapi wartawan?
Masih belajar. Tapi yang penting jangan sampai yang kita sampaikan tidak memuaskan, atau pelit kata-kata. Jangan terlalu singkat nanti mereka tidak mendapatkan apa yang mereka perlukan. Jawaban yang kita berikan bisa memperkaya tugas mereka.
Apa cita-cita Omar saat ini?
Dari kecil sampai sekarang aku tidak pernah punya cita-cita. Tapi karena sering ditanya, aku kadang jawab, mau jadi astronot, mau jadi arsitek, mau jadi pelukis. Menurutku tidak semua orang itu harus punya cita-cita, yang penting dia tau tujuannya mau kemana, dan dia tau dia mau apa. Goals hidupnya mau kemana. Sampai aku dewasa sekarang ini, aku juga bingung mau jadi apa. Ketika kuliah jurusan komunikasi, aku pikir, ok aku akan kerja kantoran, jadi PR sukses di brand internasional. Pas masuk industri entertainment, apaan ini akting? Aku enggak paham. Lalu aku belajar akting. Ternyata suka, kalau ditanya mau jadi apa, be a good actor, of course, aku pun sekarang masih belajar banyak soal akting. Tapi ternyata jadi aktor aja enggak cukup, aku pengen menjadi pebisnis juga, dibidang yang aku suka. Jadi kalau ditanya satu cita-cita aku gak punya.
Foto: Bobo Firmansyah