Perkumpulan Cita Tenun Indonesia (CTI) bekerja sama dengan D Gallerie, menyajikan sesuatu yang mengesankan untuk ranah seni. Keduanya menggelar satu pameran berjudul FASET: Estetika Tenun Dalam Meodernitas Seni. Sebuah paparan yang menyandingkan seni rupa murni dan seni terapan dalam bentuk wastra untuk menggugah mata batin terhadap rasa berkesenian. Namun bagaimana agar persandingan ini tidak terlalu medok, misalnya agar terhindar dari karya lukis yang memindahkan tenun secara harafiah ke kanvas? Yang akhirnya jadi banal, karena penampakan tenun sendiri sudah bagaikan seni rupa. Apa yang harus dilakukan? Dengan jejaring dan level pantauan D Gallerie yang sudah berpengalaman di area seni rupa, D Gallerie mendapuk seniman Nunung WS untuk tampil. “Ibu Nunung WS adalah pelukis Indonesia lambang modernitas, progresivitas dan feminisme,” ujar Esti Nurjadin, Direktur D Gallerie. Ia menerangkan,” Hal serupa juga saya temukan pada visi Cita Tenun Indonesia yang giat dalam memodernisasi Tenun Indonesia dan memberdayakan perajin Tenun yang sebagian besar perempuan.”
Ketika karya visual malah membangkitkan pertanyaan pada diri
Nunung WS adalah seniman yang konsisten di ranah visual abstraksi. Ia tak terpengaruh wabah karya-karya figurative, atau impresionisme yang menggambarkan alam, cahaya, dan bayangan. Namun di alam abstraksinya, ia tak berdiam diri, berdekade-dekade ia berksplorasi sembari mempertanyakan sesuatu ke dirinya sendiri, apa kosa visual baru untuk mengekspresikan rasa seni rupa? Salah satu jawaban yang ia temukan adalah menoleh ke visualisasi tenun Indonesia. Proses pewarnaan tenun tradisional menghasilkan senyawa-senyawa warna yang sangat menarik baginya, warna-warna yang organik dan terasa akrab di keseharian. Nunung tidak hanya tertarik pada warna benang yang dihasilkan oleh proses pewarnaan yang spesifik, ia juga menikmati bagaimana jalinan-jalinan benang pada selembar kain tenun dapat menghasilkan value warna lagi. Ia menemukan bahwa komposisi warna pada tenun tidak hanya menghasilkan persenyawaan yang meredam warna tanpa menghilangkan karakteristik warna asal. Ia pun kemudian bereksperimentasi, misalnya dengan menempel kertas di atas permukaan cat yang masih basah, serapan kertas menghasilkan dimensi visual yang mengesankan, dalam, luas, berkabut. “Tenun Indonesia memiliki intrikasi tinggi dalam warna dan dimensi. Nuansa yang terkandung dalam Tenun Indonesia merupakan sesuatu yang menarik dan menjadi inspirasi dalam saya berkarya.” Ujar Nunung yang berkarya sejak tahun 1967. Pada Juni 2023, Nunung WS merayakan retrospeksi 5 dekade kiprahnya dalam dunia seni Indonesia di Galeri Nasional Indonesia. Pada gelaran bertajuk The Spirit Within tersebut, Nunung WS didukung oleh Museum dan Cagar Budaya Kemendikbudristek dan D Gallerie.
Misi pemberdayaan tenun Indonesia
Bianca A. Lutfi, Pengurus Cita Tenun Indonesia bidang Hubungan Masyarakat mengatakan: “Di tahun 2024, CTI bergerak dalam misi: Pemberdayaan Tenun pada Tahap Lanjutan. Misi ini diwujudkan dengan mengoptimalkan potensi perajin Tenun dengan sertifikasi profesi lewat LSP Tenun Indonesia, memantapkan sejumlah jenis Tenun dalam klasifikasi luxury goods serta mengembangkan eksplorasi Tenun pada ranah seni dan desain interior.” Perkumpulan Cita Tenun Indonesia (CTI) adalah organisasi nirlaba yang didirikan oleh para perempuan Indonesia pencinta Tenun pada 28 Agustus 2008, dengan visi melestarikan Tenun Nusantara sebagai warisan budaya tinggi (heritage). Program kerja Cita Tenun Indonesia mencakup pelestarian, pelatihan dan pengembangan perajin untuk memaksimalkan produksi lewat kerja sama dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para perajin, serta memperluas pasar, baik di dalam negeri maupun mancanegara. Salah satu program kerja CTI adalah program pelatihan dan pembinaan perajin Tenun melalui pembinaan komprehensif dan ekstensif selama satu tahun per wilayah. Program ini bertujuan untuk mengedukasi perajin Tenun dengan kearifan lokalnya untuk bekerja lebih efektif, efisien dan ramah lingkungan selain memperluas wawasan mereka tentang pasar mode kontemporer. Cita Tenun Indonesia telah membina di 28 kabupaten/kota sentra binaan di 13 provinsi di Indonesia.
Tenun Indonesia melanglang buana
Dalam upaya memperluas pasar Tenun, Cita Tenun Indonesia bekerja sama dengan berbagai pihak, baik di dalam negeri maupun mancanegara. Usaha tersebut direalisasikan dalam bentuk pameran dan pertukaran budaya di berbagai kota besar dunia, di antaranya Paris, London, New York, Washington DC, Doha, Tokyo dan Mumbai. Cita Tenun Indonesia pernah membawa hasil Tenun perajin binaannya untuk dijual pada department store Harrod’s dan Isetan. Pada tahun 2012, CTI memperoleh pengakuan internasional dari Fashion 4 Development (F4D) atas upayanya dalam melestarikan dan memperkaya Tenun Indonesia. Penghargaan ini diterima oleh Okke Hatta Rajasa selaku ketua Cita Tenun Indonesia pada gelaran First Ladies & Fashion 4 Development Annual Luncheon yang berlokasi di The Pierre Hotel, New York City, Amerika Serikat dan didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada kesempatan tersebut, Okke Hatta Rajasa sempat berdiskusi perihal pemberdayaan perempuan serta korelasi antara mode kontemporer dengan seni budaya tradisional bersama sejumlah ikon mode dan gaya hidup internasional, di antaranya Tory Burch, Martha Stewart dan Franca Sozzani.
23 Tahun D Gallerie
Berdiri pada tahun 2001, D Gallerie awalnya merupakan galeri komersial basis Jakarta, berfokus pada seni modern Indonesia. D Gallerie mulai memainkan peran yang lebih besar dalam dunia seni kontemporer Indonesia yang dinamis dan berwarna di tahun 2006, ketika kepengurusannya diambil alih oleh sang generasi kedua Esti Nurjadin. Sejak saat itu, D Gallerie menaruh perhatian pada media artistik kontemporer yang segar dan jarang dipamerkan seperti fotografi kontemporer dan seni jalanan, serta mengundang dan mempromosikan seniman muda terpilih dari Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta. Secara bertahap, galeri ini mulai bekerja sama dengan beberapa seniman kontemporer internasional terkemuka, memberikan tawaran menarik bagi scene seni lokal, dan memfasilitasi pertukaran pengetahuan yang produktif dalam dunia seni.
Seniman perempuan di ranah seni
Tahun ini, D Gallerie menandai langkah signifikan untuk lebih mengembangkan visinya dengan memberikan lebih banyak peluang bagi karya seniman perempuan. Selain itu, D Gallerie terus memamerkan karya seniman Indonesia modern yang telah memainkan peran penting dalam pembentukan identitas dan institusionalisasi seni modern Indonesia. Mulai dari karya seniman graffiti Prancis Cyril Kongo hingga karya seni graffiti Darbotz yang berbasis di Jakarta, dari karya fotografi Wimo Ambala Bayang dan Jim Allen Abel dari MES56, Jogjakarta, hingga fotografi hasil karya Andy Dewantoro yang belum pernah terlihat sebelumnya, juga mempromosikan seniman perempuan Indonesia seperti Octora, Kinez Riza, dan Prilla Tania. D Gallerie telah memberikan kontribusi pada ranah seni Indonesia yang berwarna. Berkat reputasinya, D Gallerie dipilih sebagai salah satu dari 5 galeri yang mewakili Indonesia dalam program Marker di Art Dubai 2012. Karya-karya seni yang dipamerkan di Art Dubai telah diakuisisi oleh kolektor terkemuka di wilayah tersebut seperti Katara Art Center, Doha, Qatar, dan Ayyam Art Center di Dubai, serta Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahyan dari Abu Dhabi.