Dalam seni fashion konvensional, gaya desain konstruktif yang solid selalu berdiri sendiri, demikian juga dengan desain fashion berteknik moulage yang jatuh gemulai, akan berdiri sendiri. Tetapi di jenama Tanah le Saē, dua hal tersebut dijodohkan dan lebur, seperti percintaan antara pihak yang kokoh konstruktif dengan yang lentur dramatis. Misalnya, sepotong kemeja oversized berkerah rapi, pada bagian depan bawah kemejanya bergelayutlah gerakan moulage atau draping, kemeja dikenakan dengan kain panjang berbelah depan, dihiasi lagi dengan bebungaan hitam 3D dari teknik crocheting. Satu tabrakan karakter yang berani. Koleksi terbaru Tanah le Saē ini berjudul ‘PANASEA”, dihadirkan di Jakarta Fashion Week 2025.
Gejolak cinta Tanah le Saē
Teknik moulage strategis yang dibesut Tanah le Saē kali ini menciptakan letupan desain yang ‘bertenaga’ artistik. Eksperimen Tanah le Saē dengan merancang ulang elemen pakaian basic menghasilkan ilusi yang tak biasa, memadukan teknik draping dan manipulasi kain yang menghidupkan bunga-bunga 3D sebagai highlight. Ini merupakan bentuk eksplorasi dari Tanah le Saē untuk menantang ide-ide tradisional tentang kesempurnaan busana, menciptakan karya yang terkesan artistik dan berestetika. Tanah le Saē juga cukup dewasa dengan menahan letupan kreatif ini dengan hanya memilih warna-warna ‘down to earth‘, sehingga gejolak emosi rancangan tetap terasa tenang di dalam hati.
PANASEA: Cinta sebagai obat kehidupan
Kata “Panasea” berasal dari kata panacea dalam bahasa Inggris, yang memiliki akar dari bahasa Yunani kuno panakeia. Secara harfiah, panacea berarti “obat untuk semua” atau “penyembuh segala penyakit.” Dalam konteks modern, istilah ini sering digunakan secara metaforis untuk merujuk pada sesuatu yang diyakini mampu mengatasi atau menyembuhkan berbagai masalah atau tantangan yang kompleks. Bagi Tanah le Saē, Panasea adalah cinta yang tak ditemukan dari luar, namun berakar kuat dan menjadi obat di dalam hati. Panasea digambarkan sebagai simbol cinta yang menjadi “obat tertinggi”, mewakili cinta yang ditemukan dalam diri sendiri – sebuah kekuatan internal yang bisa membantu seseorang melewati perjalanan emosional dalam kehidupan dan memberikan kekuatan untuk menghadapi suka dan duka.
Serpihan cinta di barisan kancing blazer
Panasea dalam koleksi ini menjadi konsep yang mencerminkan pandangan bahwa cinta sejati adalah sumber penyembuhan dan kekuatan yang ada di dalam diri setiap orang. Setiap desain dalam koleksi ini menggambarkan perjalanan emosional yang harus ditempuh setiap individu untuk menemukan cinta di dalam diri, sebuah proses introspeksi yang penuh kompleksitas, kejutan, dan perbedaan. Hal ini tercerminkan sampai ke detail rancangan, sepotong blazer abu-abu wol, memiliki 10 kancing (hanya 3 kancing yang sama) yang saling berbeda, seperti menyatukan kembali serpihan-serpihan cinta ke dalam satu barisan kancing blazer.
Komitmen Tanah le Saē untuk cinta berkelanjutan
Sesuai dengan komitmen dari Denniel Richard dan Andika Wiradiputra (Tanah le Saē) terhadap sustainability, Tanah le Saē menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan seperti linen, katun, serta material vintage dan daur ulang yang dipasok dari beberapa vendor. Bagi Tanah le Saē, keberlanjutan bukan sekadar tren, tetapi bagian dari nilai-nilai yang mereka junjung tinggi. Ini adalah wujud tanggung jawab mereka terhadap lingkungan sekaligus memberikan kesempatan bagi konsumen untuk berekspresi dengan material yang beragam dan bertanggung jawab.
Bercerita tentang romantisme lewat fashion
“PANASEA” hadir sebagai sebuah ekspresi kisah cinta dan pencarian diri sebagai penguatnya. Satu formula desain yang membuat fashion bukan saja sebagai medium visual, tetapi juga storytelling. Sebenarnya karya-karya Tanah le Saē ini bukanlah karya fashion biasa, setiap desain adalah karya seni berlevel collector’s item, karya yang berusaha memetik keindahan dari arena jatuh bangunnya kehidupan, karya yang membangkitkan komunikasi dua orang, karya yang membuat pasangan bertanya: “Kenapa ada bunga di dada kamu?”.
Foto: ANDRA