Kekayaan negri ini bila diolah dengan baik di tangan yang tepat akan menghasilkan karya yang terbaik pula. Tangan-tangan tepat yang tidak dimiliki setiap orang ini tidaklah mudah ditemukan, mereka tersimpan bahkan tidak di kelola dengan baik atau mungkin tidak menemukan jaringan untuk membantu tangan ajaib tersebut untuk berkembang.
“Tangan-Tangan Renta Lurik Indonesia” merupakan eksebisi pameran kain tradisional Indonesia yang diadakan di Plataran Ramayana, Hotel Indonesia Kempinski ini untuk mengangkat kain lurik dan membuka mata masyarakat. Disini kain lurik yang masih minim eksposur berubah wujud menjadi sebuah karya indah instalasi dan koleksi pakaian siap pakai berdaya pakai tinggi dengan detil-detil yang sangat diperhatikan dengan seksama. Sebuah karya luxury khas Indonesia dengan kelas Internasional baik dari sisi pembuatan hingga desain.
Edward Hutabarat, desainer senior Indonesia yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation yang menggagas eksebisi ini mencoba untuk mengedukasi dan mengajak masyarakat mengerti lebih jauh tentang kain lurik. Edo (begitu ia biasa dipanggil), merupakan salah satu orang yang ber-tangan tepat di Indonesia, bukan hanya ingin menampilkan sebuah karya hasil akhir, namun ia ingin menunjukan sebuah industri kreatif tradisional yang juga harus bangkit di tengah gelombang serbuan label-label internasional.
Edo membuat sendiri foto-foto dan video yang menunjukan pengrajin kain yang menenun lurik dari sehelai benang hingga menjadi selembar lurik indah. Hingga di tangan Edo kain tersebut diolah lagi menjadi pakaian siap jadi hingga perlengkapan interior. Disini Edo juga ingin masyarkan tahu bahwa dalam industri, pengrajin juga wajib mendapat keuntungan dari apa yang mereka buat. Bukan hanya sekedar keuntungan materi, namun keuntungan bersambungannya keahlian menenun yang kini tidak dikuasai oleh sebagian masyarakat.
Eksebisi ini adalah hasil riset dan perjalanan Edo selama hampir tujuh tahun dalam mendalami kain lurik di sentra-sentar lurik di Klaten dan Yogyakarta. Yang mana perjalanan selama tujuh tahun tersebut terekam dalam bentuk foto dan video serta yang lebih penting lagi terekam dalam hati seorang Edward Hutabarat. Lewat media ini, Edo bercerita bahwa selembar kain, yang ia sebut sebagai wastra peradaban nusantra, memiliki cerita kehidupan manusia. Mulai dari kelahiran, perjalanan hidup hingga kematian.
Bakti Budaya Djarum Foundation, yang mendukung secara penuh acara ini, memiliki visi dan misi yang sama dengan Edward Hutabarat. Perkembangan budaya lewat kain yang selama ini dibuat oleh tangan-tangan usia senja tidak memiliki pewaris karena generasi penerus yang tidak mengindahkan keahlian ini. Disinilah, eksebisi ini ingin mengedukasi dan menyebarkan pada masyarakat untuk tetap meneruskan keahlian menenun lurik agar tidak akan hilang dari bumi nusantara. Yang mana kain tradisional merupakan simbol kekayaan sebuah bangsa yang berbudaya.
Foto dok. Image Dynamic