Begitu pintu elevator terbuka dan saya melangkah ke lantai tiga COMO Orchard, saya tahu bahwa malam itu akan membawa saya pada pengalaman bersantap yang berbeda dari biasanya. COTE Korean Steakhouse berdiri dalam kesunyian yang anggun, seolah menyimpan rahasia kenikmatan di balik pintu kayu gelap dan pencahayaan redup yang sensual. Ruang demi ruang dirancang dengan presisi: elegan, maskulin, dan penuh karakter, memberikan nuansa eksklusif yang langsung terasa sejak langkah pertama.

Kami tidak langsung duduk. Seorang staf dengan senyum hangat mengajak kami tur menyusuri setiap sudut restoran—mulai dari bar dengan nuansa tropis dan pencahayaan teatrikal, hingga ruangan lounge tempat cerutu disimpan dan dinikmati. Di salah satu lorong, ada satu ruang yang memancarkan semangat berbeda: music room. Ruang karaoke pribadi itu didekorasi dengan lampu-lampu hangat, sofa empuk, dan layar besar lengkap dengan panggung. Di sanalah malam kami akan ditutup, namun petualangan ini baru saja dimulai.
Membuka Malam dengan Tartare dan Caviar
Kami kembali ke meja makan, tempat perjamuan sesungguhnya dimulai. Pelayan menyajikan segelas wine dari daftar kurasi yang luar biasa panjang—lebih dari 600 label, dengan berbagai pilihan vintage, biodynamic, dan eksperimental. Malam itu saya memilih white wine yang ringan dan sejuk, cukup untuk menyegarkan indera sebelum perkenalan dengan hidangan pembuka yang istimewa.

Tartare yang disajikan adalah interpretasi mewah dari kelezatan klasik: filet mignon yang dipotong tangan, ditaburi Kaviari Kristal caviar, dan disajikan dengan crispy tendon puffs. Lembutnya daging mentah berpadu dengan popping caviar yang asin dan tekstur tendon yang renyah. Sebuah harmoni rasa yang menggoda, membuka lidah terhadap kompleksitas rasa yang akan terus bertambah sepanjang malam.
Parade Ban-Chan yang Tak Henti Mengalir
Tak lama kemudian, parade ban-chan mulai mengisi meja kami. Satu per satu piring kecil ditata rapi: berbagai macam acar sayur musiman; salad daun bawang dengan saus gochujang, campuran sayuran hijau dengan vinaigrette pedas; serta telur kukus lembut yang disebut savory egg soufflé. Semua disajikan dalam porsi kecil, tetapi memiliki peran besar dalam membentuk keseluruhan pengalaman bersantap. Rasa asam, pedas, dan gurih dari ban-chan ini menjadi pengantar sempurna untuk setiap suapan berikutnya, seperti jeda musik di tengah simfoni yang megah.
Setiap kali saya berpikir itu adalah piring terakhir, satu lagi tiba. Seolah dapur COTE punya misi untuk memastikan meja kami tak pernah sepi. Dan sungguh, tak satu pun dari ban-chan itu terasa biasa saja. Semua diolah dengan presisi dan semangat, seperti bagian penting dari ritus makan malam itu sendiri.
Dua Stew Hangat yang Menyentuh Jiwa
Sebelum puncak sajian daging tiba, dua jenis sup disuguhkan sebagai hidangan transisi. Dalam banyak budaya, sup dianggap sebagai pelipur lara. Di COTE, mereka mengangkat peran itu menjadi lebih dari sekadar penghangat tubuh—ia menjadi perantara rasa yang menyatukan kesegaran ban-chan dan kenikmatan potongan daging panggang.
Kimchi stew datang dengan aroma kuat dan warna merah menyala. Rasa pedas dan asamnya menggigit, namun tetap menyenangkan. Potongan pork belly dalam sup ini begitu lembut, menyatu sempurna dengan fermentasi kimchi dan kaldu gochugaru yang mendalam. Ini bukan sup yang Anda seruput begitu saja—ia menuntut perhatian dan membalasnya dengan kehangatan.
Di sisi lain, doenjang stew tampil lebih bersahaja namun tak kalah kaya rasa. Sup berbahan dasar pasta kedelai ini terasa lebih umami dan earthy. Potongan tahu dan sayuran di dalamnya memberikan dimensi yang menenangkan, seperti pelukan hangat setelah hari panjang. Kedua sup ini disajikan bersama semangkuk nasi putih yang pulen, menciptakan momen kecil yang tenang sebelum babak utama dimulai.
The Butcher’s Feast: Sebuah Ritual Memuliakan Daging
Dan akhirnya, panggangan di tengah meja dinyalakan. Aroma arang mulai memenuhi udara, dan kami tahu, inilah saatnya menyambut the main event. Di hadapan kami hadir empat potongan daging pilihan: skirt steak, hanger steak, COTE steak yang telah melalui proses dry-aged selama lebih dari 45 hari, dan tentu saja marinated COTE galbi yang telah menjadi legenda tersendiri.

Pelayan kami dengan ahli memanggang setiap potongan di atas grill arang tanpa asap, menggunakan teknik yang presisi. Daging tidak pernah terlalu matang, juga tidak terlalu mentah. Setiap potong disajikan panas, dan kami dianjurkan untuk menikmatinya dengan daun selada atau daun perilla, sejumput ssamjang, dan sedikit ban-chan—membentuk ssam, balutan khas Korea yang mengundang kreativitas rasa.
Yang paling membekas tentu saja marinated COTE galbi. Potongan short ribs dari USDA Prime Beef ini telah dimarinasi sempurna dalam campuran bumbu manis dan asin yang meresap hingga ke dalam serat. Saat dipanggang, aroma karamelisasi dari saus marinasi memikat siapa pun di sekitar. Lembut, juicy, dengan rasa manis gurih yang menari di lidah—ini adalah daging yang tak akan mudah dilupakan.
Penutup Manis Sebelum Malam Berubah Menjadi Pesta
Sesudah semua rasa intens itu, sebuah penutup sederhana datang menyapa: vanilla soft serve dengan siraman soy-miso caramel. Teksturnya ringan, rasanya manis dengan semburat asin dari miso yang memberikan kontras lezat. Hidangan penutup ini bukan hanya menyegarkan, tetapi juga membawa kami kembali ke titik awal—rasa penasaran yang perlahan berubah menjadi kepuasan.
Namun malam belum selesai. Kami kembali ke music room, tempat di mana kesan eksklusif berganti menjadi suasana penuh tawa dan nyanyian. Wine masih mengalir, gelas demi gelas diganti dengan cekatan oleh staf. Beberapa tamu mulai memilih lagu, mikrofon berpindah tangan, dan lagu-lagu kekinian hingga klasik dari ABBA bergema di ruangan yang nyaman itu.


Kami bernyanyi, tertawa, bersulang—dan malam pun berubah dari elegan menjadi akrab. Tak ada batasan. Tak ada formalitas. Hanya suasana hangat yang dibangun dari kenikmatan makanan, kemewahan pelayanan, dan kebersamaan yang tulus.
Chef Jinwon Seo: Penjaga Rasa dan Tradisi di Balik Dapur COTE
Di balik setiap potongan daging yang sempurna dan harmoni rasa yang kompleks di COTE Korean Steakhouse Singapore, berdiri sosok Chef Jinwon Seo—Executive Chef yang memimpin dapur dengan tangan dingin dan visi tajam. Bersama David Shim, Executive Director of Culinary Operations, Chef Jinwon membawa semangat otentik Korea ke dalam panggung steakhouse modern berbintang Michelin.

Berpengalaman dalam teknik kuliner Korea yang otentik, Chef Jinwon dikenal karena kemampuannya menyajikan rasa-rasa yang bersih, seimbang, namun tetap berani. Filosofi Beef & Leaf—menggabungkan daging berkualitas dengan sayuran segar hasil fermentasi buatan sendiri—menjadi fondasi yang membentuk menu di COTE. Mulai dari parade ban-chan yang terus mengalir, stew yang menenangkan, hingga marinated galbi yang menjadi primadona malam, setiap hidangan adalah cerminan dari ketelitian dan integritas rasa yang dijaga langsung oleh Chef Jinwon.
Dengan pendekatan yang tak hanya teknikal tetapi juga emosional, ia berhasil menghadirkan pengalaman makan malam yang bukan sekadar mewah, tetapi juga bermakna. Chef Jinwon tidak hanya memimpin dapur; ia membentuk jiwa dari keseluruhan perjalanan kuliner di COTE Singapore.
COTE Adalah Sebuah Perjalanan
Malam itu saya tidak hanya makan dengan sangat kenyang, saya juga bersenang-senang. COTE adalah perjalanan menyentuh semua indera: rasa, penciuman, penglihatan, pendengaran, bahkan emosi. Dari sajian caviar hingga nyanyian terakhir di karaoke room, semuanya dirancang untuk membekas dan diingat.


Di jantung Orchard Road yang ramai, tersembunyi sebuah pengalaman yang begitu intim namun terbuka, mewah namun bersahaja. COTE Korean Steakhouse di COMO Orchard telah membuktikan bahwa makan malam bisa menjadi sebuah kisah. Dan saya, malam itu, menjadi bagian dari kisahnya.