Dengan gempuran masuknya budaya berpakaian dari berbagai belahan bumi ke Indonesia (dari Arab, Jepang, Korea, Perancis, sampai Amerika dengan kultur pakaian kaum Hip Hop), kebanyakan orang-orang hanya mengomel saja, skeptis tak berkesudahan, sembari bingung juga untuk menunjuk mana sebenarnya pakaian Indonesia yang mudah dipakai tanpa beban. Sulit. Karena kebanyakan contoh yang diberikan para desainer yang mengatasnamakan Indonesia Raya kerap berupa karya-karya seremonial, kebaya la la, kemeja-kemeja batik yang menegangkan. Karya-karya yang diciptakan bukan untuk orang-orang yang cool dan down-to-earth. Lalu ketika akhirnya bertemu dengan satu sosok yang berusaha memikirkan bagaimana sebaiknya pakaian Indonesia bisa mudah teridentifikasi secara global, modern, dan relevan dengan jaman, rasanya seperti melihat satu harapan kebangsaan yang ditunggu-tunggu dari arena fashion.
Tanpa Wastra Indonesia
Sosok tersebut, namanya Auguste Soesastro, menghadirkan hasil pemikirannya ke pentas publik, di ajang Dewi Fashion Knights 2019. Ia menciptakan pakaian Indonesia tanpa memakai secuil pun wastra Indonesia, wah ‘an interesting game’. Selama ini menurut Auguste belum ada kelanjutan baju Indonesia sampai ke tahap modern, baju Indonesia masih berkutat pada ranah baju tradisional saja. Kalau pun ada yang tampak modern, sebenarnya ilusi, karena yang Indonesia adalah bahan kainnya, tapi rancang konstruksinya tetaplah baju western. ‘Gokil ya’, Auguste bisa sampai pada intisari pemikiran ini. Memang kalau melihat betapa Abaya, Cheongsam, Kaftan, dan Kurta bisa mendunia dan fungsional, tentu kita berpikir ‘mana sumbangan Indonesia’ untuk dunia.
Java Invasion Untuk Masa Depan
Untuk pemikirannya ini Auguste memindai memori berpakaian orang-orang Jawa Mataram di akhir abad ke 18 di kawasan Vorstenlanden (sekarang, Daerah Istimewa Yogyakarta), masa itu mereka sudah memakai Beskap atau Jas Toetoep, juga baju pria Jawa yang bernama Sogok Upil. “Kami mencari soul dari baju, kenapa ia tercipta, dan bagaimana bisa kami ulangi dengan konteks saat ini”, ujar Auguste. Hasilnya, beberapa blouse dan jaket-jaket dibuat berelemen kerah Beskap, kerah ini ia terapkan juga pada blouse gaya safari. Kerah Sogok Upil yang tinggi jadi bagian dari blouse berlengan bishop, dikenakan dengan long vest. Satu kemeja pria berkerah Sogok Upil dikenakan dengan overcoat berkerah sama. Eksplorasi Auguste sampai juga ke wilayah evening dress, gaun sleeveless berunsur kerah Beskap dilengkapi dengan selendang, semuanya dalam satu fabric yang sama. Koleksi Auguste Soesastro yang berjudul Java Invasion ini, ia harapkan bisa menjadi bagian dari evolusi pakaian tradisional Indonesia di masa modern saat ini dan masa depan.
Foto: JFW2020