Memperingati Hari Batik Nasional hanya dalam 1 hari (2 Oktober) tidak akan pernah cukup, Batik bagaikan lembaran cerita yang tak akan pernah berhenti. Inilah yang dilakukan oleh Yayasan Batik Indonesia (YBI), merayakan keistimewaan Batik selama 28 hari, berlangsung di tiga titik yang berbeda di Jakarta agar perayaan bisa menyebar maksimal ke berbagai sisi. Perayaan dibuka pada tanggal 2 Oktober 2021 dengan acara Membatik Bersama Mendunia, bersama Dharma Pertiwi Indonesia, OASE Kabinet Indonesia Maju, LaDara, dan DEKRANAS, dilangsungkan di pendopo Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur. Acara berlangsung akrab secara fisik dan daring. “Pengakuan dunia sudah kita dapatkan, tapi tugas kita belum selesai. Kita harus tetap menjaga agar pengakuan batik sebagai warisan budaya bangsa kita diketahui, digemari, dan dicintai oleh seluruh masyarakat dunia. Karena itu tugas kita bersama untuk terus memperkenalkan dan mengangkat citranya, mematenkan karya-karya batik Indonesia, memberikan brand batik Indonesia dalam setiap lembar karya batik sehingga akan memperjelas kepemilikan atas kreasi batik Indonesia dan semakin tinggi nilainya,” ujar Ibu Negara Iriana Joko Widodo ketika membuka acara via daring. Hadirin yang juga menyaksikan antara lain, Yanti Airlangga (Ketua Umum Yayasan Batik Indonesia), Nanny Hadi Tjahjanto (Ketua Umum Dharma Pertiwi), GKBRay Adipati Paku Alam X (Istri Wakil Gubernur D.I. Yogyakarta), Ismunandar (Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO).
Bunyi Kenongan Untuk Batik Dari Halim Perdana Kusuma
Acara di Halim Perdana Kusuma ini terlihat seru, apalagi setelah Nanny Hadi Tjahjanto dan Yanti Airlangga bersama-sama membunyikan kenongan sebagai tanda dimulainya kegiatan membatik serta penyematkan syal kepada para tamu undangan VIP. Membatik bersama ini diikuti oleh puluhan tibu anggota Dharma Pertiwi se Indonesia dan beberapa belahan dunia, sehingga mencatat rekor MURI sebagai acara membatik bersama yang terbesar. Setelah itu ada penyampaian wawasan tentang batik Puro Pakualaman oleh GKBRay Adipati Paku Alam yang disampaikan langsung secara virtual. GKBRay Adipati Paku Alam mengatakan, Batik Yogya atau yang dikenal sebagai motif atau corak Yogyakarta mewarisi motif kerajaan Mataram Islam. “Kekhasan tersebut salah satunya terletak pada corak batik berbentuk ragam geometris dan didominasi warna tanah yang cenderung gelap yaitu coklat tua, biru tua, hitam dan putih terang. Ada empat motif utama Batik Klasik Yogyakarta yaitu Parang, Semen, Ceplok dan Nitik,” ujarnya. Acara membatik di Halim Perdana Kusuma dimeriahkan juga dengan fashion show berbasis kreatifitas batik.
Batik dari Museum Tekstil Jakarta ke 15 negara
Acara kedua, menilik Batik lebih dalam, YBI menggandeng Museum Tekstil Jakarta bersama Dinas Kebudayaan DKI Jakarta melalui Unit Pengelola Museum Seni Jakarta. Acara berupa paduan pameran dan rangkaian webinar dengan topik-topik ulasan Batik dari bermacam sudut pandang. Pameran bertema ‘Mengungkap Makna Simbolik Motif Batik di Era Pandemi’ (berlangsung 2 – 30 Oktober 2021). Pameran memaparkan 100 lembar batik dengan motif Tambal, Udan Liris, dan Gringsing dari koleksi Museum Tekstil, koleksi Yayasan Batik Indonesia, dan dari beberapa kolektor batik Indonesia. Rangkaian kegiatan akan disemarakkan dengan Lomba Cipta Kreasi Batik Motif Tambal, Udan Liris dan Gringsing. Lalu ada kegiatan Workshop Membatik untuk siswa-siswi SMK dan Komunitas Wastra di DKI Jakarta. Dalam kesempatan ini YBI memberikan bantuan dana tunai kepada sejumlah pembatik dari berbagai daerah. YBI juga menyerahan secara simbolis 15 kain Batik lawas koleksi YBI untuk 15 kepala perwakilan KBRI dan KJRI di luar negeri.
Batik dalam kemasan Pop Art
Acara ketiga dibuat dengan getar kehadiran yang berbeda, berjiwa muda, beraura pop culture, penuh warna dalam penyajian yang ke arah dunia Gen Z, semarak dan sangat menantang untuk siapa saja berfoto-foto. Acara berlangsung di gedung ASHTA DISTRICT 8, Jakarta Selatan. Di titik sentral acara didirikan karya instalasi semacam pohon raksasa bernama Healing Tree. Pohon rimbun berhiaskan juntaian puluhan kain Batik warna-warni yang terdiri dari 3 motif: Batik Tambal, Batik Grinsing, dan Batik Udan Liris. Pohon dengan kekiatan makna motif ini seperti mengajak siapa saja untuk tetap tangguh, terus tumbuh menghadapi dunia. “Ketiga kain Batik klasik ini memiliki makna menyembuhkan (Batik Tambal), menghindari kehampaan (Batik Grinsing), dan bertahan dari segala permasalahan (Batik Udan Liris),” Ujar Yanti Airlangga yang hampir selama pameran berlangsung siaga menggawangi pameran beserta tim YBI, dan siap menjelaskan banyak pertanyaan yang muncul dari para pengunjung pameran.
Semangat Healing Tree dalam kehadiran Pop Art
“Dengan Healing Tree ini kita ingin membangkitkan semangat. Saya percaya dari setiap goresan canting ada doa dari para pembatiknya, sehingga itu menjadi doa untuk negeri, doa untuk kita semua, supaya kita semua pulih dan bangkit. Selama pandemi ini kami YBI berusaha merangkul para pembatik kecil utk tetap bangkit, kami mengadakan penjualan-penjualan secara berkala, juga secara IG live. Seiring berjalannya waktu para pembatik tersebut kini sudah menjadi keluarga. Di pameran ini kami tampilkan juga karya desainer seperti Edward Hutabarat, Obin dengan BIN House, koleksi dari Dharma Pertiwi, Galeri Batik Jawa, Danarhadi, Batik Keris, Parang Kencana, dan Alun Alun Indonesia. Kami juga mengumpulkan karya-karya pembatik dari daerah yang sudah menjadi binaan YBI.” Ujar Yanti dengan mata berbinar dan masker tetap menutupi separuh wajah. “Ini satu enerji untuk mengedapankan bahwa Batik tetap ada. Kita tahu bahwa selama pandemi ini banyak pembatik beralih menjadi pengussaha kuliner, karena keadaan mereka tak berporiduksi lagi. Dengan adanya acara ini InsyaAllah kita baik-baik saja dan terus bisa berjalan. Batik lebih bersemangat, lebih mendunia.”
Foto: Yayasan Batik Indonesia