Di era hebohnya visual pop culture yang mendera bumi, maraknya rambu-rambu dagangan komersial, berisiknya ‘gambar-gambar’ di setiap sudut lahan berkotaan, adalah pertanda bahwa banyak orang belum dewasa secara visual. Sehingga mereka perlu dihardik dengan desain yang meriah gemah ripah, supaya menoleh, dan terpengaruh apa yang diaba-abakan. Sejatinya, dengan tren ‘low-key’ dan ‘quiet luxury’ saat ini, semakin banyak orang beralih pandangan dari kebisingan visual tersebut, ke sesuatu yang tenang, yang dewasa, yang menimbulkan respon “Yes, I understand you’, yang quiet tetapi performative. Prinsip ini telah diusung oleh Nusaé, satu biro desain grafis yang berbasis di Bandung dengan fokus jasa utama pada informasi visual, termasuk environmental graphic, signage system, desain editorial, dan branding.
Paparan kontribusi desain grafis Nusaé
Tahun ini Nusaé merayakan 10 tahun kontribusi mereka dalam memberi jasa desain grafis tersebut. Publik pun diundang untuk melihat apa saja yang telah mereka buat, termasuk citra kota Menuju Tubaba, pembaruan visual rumah mode Peggy Hartanto, juga karya instalasi Elevation oleh biro arsitek andramatin, dalam satu pameran berjudul “Harmonisasi” mulai dari 31 Mei hingga 16 Juni 2024 di Galeri Emiria Soenassa, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Nuasé memaparkan prinsip bahwa desain yang baik seharusnya menjadi bagian dari keseharian, hal yang telah mereka terapkan ke klien-klienn mereka seperti badan pemerintah, biro arsitektur, hingga rumah mode. Karya-karya mereka hadir di museum, stasiun kereta api, bank negara, kedai kopi, hingga kota yang baru dikembangkan. Taman Ismails Marzuki sendiri sebagai lokasi pameran “Harmonisasi” memiliki arti spesial bagi Nusaé karena dalam proyek revitalisasi Taman Ismail Marzuki yang diluncurkan pada 2022, Nusaé terlibat sebagai perancang penunjuk arah di komplek pusat kebudayaan nasional yang teramat luas dan mudah membuat siapa saja kehilangan arah.
Profesional, tenang, performative
“Kami merancang pameran ini sebagai penanda jeda – sebuah momen untuk napak tilas pemikiran dan karya yang telah dihasilkan dari kolaborasi kami dengan berbagai disiplin yang bersinggungan dengan desain. Pameran ini bukan hanya ajang untuk menampilkan proyek-proyek di mana kami terlibat, namun dirancang sebagai kesempatan untuk memulai dialog tentang peran desain dalam kehidupan sehari-hari. Kami harap dapat mengajak audiens untuk membuka pikiran dan bertukar gagasan tentang desain yang berdampak bagi sebuah masyarakat.” Ujar Andi Rahmat, Principal Designer & Director Nusaé, yang berpraktik dalam bidang informasi visual, meliputi environmental graphic design, signage system, editorial design, user interface, dan branding. Dalam praktik profesionalnya, ia dan Nusaé selalu membawa nilai keselarasan dan harmonisasi yang dituangkan dalam beragam konteks proyek dan medium kekaryaan.
Wicara yang powerful
Arena pameran yang luas dan memanjang, diatur dengan tata pamer yang bersih dalam dominsi warna putih. Proses kreatif satu produk, dipajang dengan komposisi kronologis yang mudah dicerna, ‘cakep’, dengan mood yang bernafaskan quiet luxury, tenang tetapi powerful. Di dalam program acara terdapat tur pameran bersama Andi Rahmat, kemudian sesi wicara bersama maestro desain asal Jepang, Taku Satoh (69), tokoh desain senior asal Jepang yang menyampaikan presentasi kunci. Satoh dikenal atas prinsip “desain secukupnya” yang didasarkan pada filosofi kuno Jepang yang disebut hodo-hodo. Sejak 1984, ia memimpin biro Taku Satoh Design Office. Karya desainnya yang paling dikenal termasuk seri kampanye Pleats Please dari rumah mode Issey Miyake dan logo 21st Century Museum of Contemporary Art, Kanazawa. Presentasi kunci Satoh akan dilanjutkan dengan diskusi bersama praktisi desain Andi Rahmat, Diaz Hensuk (SWG Design & Format), Stephanie Larassati (AT-LARS), dan Adjie Negara (Paragon Corp).