Tak banyak yang tau akan sosok desainer satu ini di Indonesia. Jacqueline Loekito, seperti nama labelnya, ia tinggal di Basel, Switzerland. Dan baru-baru ini Jacqueline merilis koleksi terbarunya di pekan mode Swiss, di Zurich, Switzerland. Koleksinya sangat membuat penasaran, karena aliran Jacqueline dalam membuat pakaian selalu bermuara pada kebebasan berpakaian.
Tema yang diangkat Jacqueline kali ini, All We Wanted Was Everything, berasal dari sifat dasar manusia yang selalu menginginkan segalanya, apapun dan terbaik. Semua! Lewat percakapan dengan saya melalu zoom, Jacqueline menjelaskan bahwa koleksi genderless-nya ini, jauh dari pakaian yang disukai orang banyak, apalagi di Swiss. Tapi dengan tema ini, Jacqueline ingin menyampaikan, walau kita tidak mampu atau tidak mungkin memiliki segalanya, mengapa tidak mensyukuri apa yang sudah menjadi milik kita? Dengan koleksi ini, saya ingin orang melihat bahwa apa yang sudah menjadi milik kita adalah kebanggaan kita. Termasuk bentuk tubuh, warna kulit dan wajah.
Maka dari itu pula, Jacqueline menggunakan drag queen sebagai model pembukanya. Selanjutnya, model-model yang berjalan adalah orang biasa dengan berbagai bentuk figur tubuh dan warna kulit. Baik pria dan wanita. Ini untuk memperkuat karakter pakaian rancangannya dalam menyampaikan pesan.
Koleksinya sendiri hadir dalam siluet yang sangat rileks dan santai dengan kombinasi tailoring dan loungewear. Terdiri dari beragam warna yang merupakan ciri khas Jacqueline, colorful. Jacqueline juga bermain dengan ragam material seperti denim, knit dan jersey, sehingga membuat koleksinya kaya akan tekstur dan warna. Yang menarik dari koleksi ini adalah aksesoris yang terbuat dari kayu solid. Jacqueline menggunakannya sebagai aksesoris yang menempel di pakaian sehingga menjadi bagian dari pakaian tersebut, walau aksesoris lain seperti anting dan tas juga menggunakan kayu. Elemen kayu ini terinspirasi dari sebuah restoran yang menggunakan material kayu pada keseluruhan interior dan bukan kebetulan pula, kalau Jacqueline sudah terbiasa dengan berbagai prabotan kayu karena orang tuanya yang berasal dari Inggris dan Indonesia.
Foto dok. Jacqueline Loekito