Suara emas almarhumah Titiek Puspa mengalun pelan di The Lounge Grha Bimasena, mengiringi langkah para perempuan yang tak sekadar berjalan dalam helai Batik – mereka tampil sebagai interpretasi dari sosok Kartini modern, dalam rancangan Wilsen Willim. Karya Wilsen Willim menambahkan keteguhan cara berkain dengan mengenakan atasan rapi serba berteknik tailoring. Usaha desain ini semacam refleksi tentang bagaimana ideologi Kartini, yang tangguh, jauh berpikir ke masa depan.

Hari Kartini dan berdamai bersama budaya
Koleksi kapsul Wilsen Willim untuk Hari Kartini 2025 hadir mantap dalam modifikasi beskap dan kebaya janggan yang dibentuk dari material suiting Eropa, sementara motif plaid dan Prince of Wales check muncul sebagai narasi baru tentang peleburan tradisi dan modernitas. Inilah busana kerja perempuan Indonesia versi 2025: tidak lagi berjuang untuk eksis, tapi sudah berdamai dan hadir dengan bentuknya sendiri. Wilsen tidak mencoba ‘mengangkat budaya’ secara literal; ia justru mengalirkannya, menjadikannya bagian dari keseharian, seperti air dalam gelas Kartini yang tak pernah tumpah.

Gagasan untuk hadir di segala ruang
Tampilan para perempuan sore itu dilengkapi dengan Subeng Klasik, wastra dari Aguna Kaya, tas dari Lokallocal, dan sentuhan riasan Dear Me Beauty oleh Philips Kwok—sebuah aliansi kreatif yang merayakan perempuan bukan sebagai objek gaya, tetapi sebagai subjek gagasan. Wilsen menyebut koleksi ini sebagai persembahan bagi para Kartini masa kini, namun sejatinya ia tengah membangun panggung kecil bagi mereka yang setiap hari memilih untuk hadir: di kantor, di rumah, di mana pun yang mereka sebut “ruang”. Dan di atas panggung kecil itu, setiap jahitan bicara.





