“Saya ingin memanjangkan memori tentang kakek dan nenek saya”, ujar Marjani Tsauri, mahasiswi Islamic Fashion Institute Bandung, salah satu finalis Upcycle Fashion Competition yang diselenggarakan oleh Program Desain Fashion & Tekstil Universitas Kristen Petra Surabaya. Sesuai dengan ketentuan lomba upcycling, yaitu mengangkat baju yang telah dipakai menjadi satu rancangan baru, Marjani membuka lemari kakek dan nenek yang telah tiada, ia menemukan baju toga hitam milik kakek (dari tahun 1986) dan blus hitam sulaman dan pashmina panjang warna kuning punya nenek. Ia lalu merombaknya, pashmina menjadi rok panjang dua tingkat, toga dijadikan long coat over size yang dipakai terbuka lebar di depan dan melambai di belakang, blus hitam tetap berfungsi sama. Walau Marjani belum berhasil meraih kemenangan, tapi alasan dan konsep kreatifnya cukup mengesankan.
Upcycling Dengan Imajinasi Yang Berani
Upcycling yang lebih berani dilakukan oleh finalis Clarissa Wirogo, mahasiswi UK Petra, iya merombak dua kemeja besar (ia bilang punya Koko nya), berubah seratus persen menjadi bentuk baru, berupa mini deconstructive dress one shoulder dan one sleeve, lalu ia menambahkan sesimpul tule hitam yang menjuntai di pinggul kiri. Keberanian Clarissa mengobrak-abrik dua potong kemeja ini membuat Clarissa meraih juara ke dua di dalam kompetisi ini. Sementara juara pertama diraih oleh Cherish Rosethalia, mahasiswi Universitas Kristen Maranatha Bandung, Cherish meleburkan 4 potong dress, 1 kemeja, 1 celana panjang serut, dan 1 sleeveless jacket, menjadi satu set rancangan yang sama sekali berubah dari baju-baju usang yang di upcycle. Rancangan barunya terdiri dari oversize jacket berlengan bishop, mini skirt, dan tube top, semuanya berdetail patchwork. Semua zipper, kancing dan pin, terpakai tanpa sisa.
Sang Juara Peduli Zero Waste
Masih belum berhenti, Cherish tak bisa diam melihat guntingan kain yang tersisa, perca-perca tersebut ia jadikan tas patchwork ala Boheme, dan choker berbentuk kerah kemeja. Cherish berusaha mencapai titik zero waste. Usaha Cherish inilah yang membuatnya mampu menggeser finalis lain dan menjadi juara. Dewan juri tidak ada yang memperdebatkan keunggulan Cherish, semua setuju untuk memberikannya nilai tertinggi. Dewan juri terdiri dari, Ibu Aryani Widagdo, pendidik fashion di Surabaya yang juga pendiri Arva School of Fashion, satu sekolah mode yang dikenal di Jakarta karena murid-muridnya yang kerap menembus final dan malah menjuarai lomba-lomba berskala nasional di Jakarta. Juri berikutnya adalah Yunita Kosasih, seorang desainer dan ketua Indonesia Fashion Chambre Surabaya. Kemudian Syahmedi Dean, Editorial Director dari Luxina.id
Kompetisi Fashion Pertama
Upcycle Fashion Competition ini bisa dibilang sebagai ajang kompetisi fashion pertama di Indonesia yang berlangsung secara virtual, wawancara finalis, sidang dewan juri, dan awarding ceremony, semuanya menggunakan Gmeet dari Google. Kendala yang dihadapi umumnya ada pada teknis, seperti kekuatan sinyal yang berbeda-beda, suara delay, dan sesekali mic yang terbuka. Dewan juri banyak mengandalkan pengalaman dalam memperkirakan jenis bahan yang dipakai para finalis, kadang ketika juri mengkonfirmasi bahan, finalis pun belum mengenali bahan yang mereka pakai. Secara garis besar ajang yang dibuat oleh Program Desain Fashion dan Tekstil UK Petra ini sangat baik, medium digital sebagai sarana akan mampu menarik banyak peserta dari mana pun di seluruh Indonesia.
Foto: DFT UK PETRA