Pierpaolo Piccioli, dua tahun belakangan ini terbukti sebagai desainer yang mampu menyetir fashion – walau dengan humble ia kerap ungkapkan bahwa ia hanya menggali arsip Valentino – namun apa yang telah ia lakukan untuk rumah mode Valentino sungguh cantik, membuat dunia terjangkit demam dramatic ruffle, massive puff, dan super big bow. Pierpaolo saat ini bagaikan Marc Jacobs dan Tom Ford 15 tahun yang lalu, dicintai selebriti, market dan press. Namun Pierpaolo tidak terlena dengan demam yang telah ia picu. Perlahan-lahan ia mengikis impian voluminous dan big bow yang menggila, ia mengecilkan segala volume ke proporsi yang mendekati titik wajar. Padahal karya haute couture adalah impian, orang-orang masih menikmati mimpi yang telah ia tebarkan. Pada press release ia mengatakan bahwa mimpi adalah hasil dari alam bawah sadar (subconscious), sementara dibalik karya couture penuh dengan kerja dengan kesadaran (conscious). Dan Pierpaolo memilih untuk berada di tengah, posisi yang mungkin ideal, antara mimpi dan realita, semacam lucid dream ya.
Petiklah Unsur Realita Street Look
Korset dan hot pants ia sembulkan dari antara tumpukan ruffle, cape, overcoat, atau di balik bahan transparasi. Ini hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. Inilah yang ia maksud dengan realita di balik haute couture, gaun-gaun impian yang sebenarnya ditopang oleh undergarment yang realistis, dari hasi kerja consciousness. Pierpaolo menyembulkan mereka secukupnya saja, pas sehingga jauh dari vulgar. Realita lain yang ia berikan adalah celana-ceana panjang yang longgar dan high waisted, outer semacam trench dan overcoat yang konstruksi sudah ia rombak. Yang bisa membuat tersenyum adalah elemen cummerbund dengan hidden pocket, cukup segar, dipetik dari alam street look, diletakkan di setelan gaun haute couture sehingga memunculkan attitude yang nuansa sporty. Oh Pierpaolo, menggemaskan, kalau anak Jakarta bilang ‘KZL’, kesal karena terpesona.
Foto: Valentino