Apa sih yang bisa dilakukan apabila sebuah jenama fashion memiliki signature berupa teknik tailored? Teknik yang cenderung formal dan rigid. Hm, rasanya sangat terbatas. Namun disinilah letak tantangannya, bagaimana bisa selalu relevan dengan trend di dalam batasan tersebut. Seperti apa yang dilakukan oleh jenama Max Mara dari Italia, batasan signature yang mereka miliki membuat di setiap season orang menunggu-nunggu kreatifitas apa lagi yang akan dimainkan. Termasuk yang baru saja Luxina saksikan, presentasi Max Mara fall 2020 di kota Milan, yang membuktikan bahwa batasan adalah tantangan seru untuk menyesuaikan diri dengan ide seluas samudera. Batasan kita pada rutinitas kerja, formalitas berpakaian, aneka meeting yang melelahkan, membutuhkan lamunan sejenak untuk mengunjungi sisi lain kehidupan. Pada press release, disebutkan bahwa Max Mara telah melamunkan betapa perlunya escape dari ‘corporate life’, berfantasi sejenak menuju deburan ombak, memandang gelombang dan tepi-tepi buih.
Gelombang Lamunan Di Dunia Profesional
Usaha menyerap impian ke dalam signature Max Mara dilakukan Ian Griffiths dengan cemerlang. Gelombang ide, ombak, dan ruffle, diserap ke dalam dunai tailoring. Ombak diterjemahkan menjadi ruffle, di sematkan di sekujur lengan, di bagian bahu, dijadikan bagian dari blus-blus transparan dan juga jas-jas double-breasted ber mood 80s. Trend oversize masih bergaung namun dilemahkan dengan garis armhole yang drop melewati ujung bahu. Rok-rok dengan aksen tumpukan ruffle ditata asimerti, sebuah pendekatan nyentrik pada pakaian namun realistis pada keadaan, mana ombak yang simetri, semuanya aismetri, bravo Ian Griffiths. Pilihan warna tentu saja adalah very Max Mara, yaitu abu-abu, putih, camel, dan navy. Koleksi Max Mara kali ini cukup menyenangkan untuk mendobrak tampilan rutinitas dan corporate culture. Walaupun ide menjalar kemana-mana, namun karakter respect dan kesan business masih terjaga dengan baik.
Foto: Max Mara