Fleur de Passion akhirnya berlabuh di teluk Jakarta pada 2 April lalu setelah hampir empat tahun berlayar mengelilingi dunia. Pelayaran dimulai dari Saville, Spanyol pada tahun 2015 dan singgah di berbagai kota dunia dengan misi yang sangat mulia.
Kapal berkapasitas 10-14 orang ini berlayar keliling dunia bertujuan untuk memetakan laut dunia. The Ocean Mapping Expedition, begitu mereka menamakannya. Yang unik dari pelayaran ini adalah kapal ini berasal dari Switzerland, yang mana negara ini sama sekali tidak memiliki laut. Walaupun kru kapal terdiri dari berbagai bangsa, keinginan Fleur de Passion untuk berlayar menggunakan bendera Swiss adalah untuk membuktikan tanpa harus memiliki laut berlayar bisa dilakukan oleh siapa saja.
Eksepedisi ini mengikuti jalur Fernando de Magellan, seorang penjelajah Portugis yang pada tahun 1519 sampai 1522 menjelajah dunia dengan kapal bersama kru dari Spanyol. Magelan menjelajah dari Eropa hingga ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Jalur ini merupakan jalur tercepat di garis katulistiwa.
Ekspedisi ini juga melakukan penelitian terhadap pencemaran air laut di seluruh dunia. Yang mana, mereka akan mengumpulkan setiap sample air laut dan sampah dari berbagai negara yang mereka lewati untuk selanjutnya diserahkan pada Foundation Pacifique (Fleur de Passion adalah salah satu armada dari yayasan non-profit yang berbasis di Geneva, Swiss ini) untuk selanjutnya di teliti di Universitas de Geneva. Dan hasilnya diserahkan pada PBB.
Setelah dari Jakarta, Fleur de Passion akan berlayar menuju Madagaskar, Afrika dan kembali ke Saville yang diperkirakan akan tiba pada tahun 2019.
Foto dok. Foundation Pacifique