Mungkin kalian masih ingat sosok seram di film “KKN Di Desa Penari”, atau film “Suzanna Bernafas Dalam Kubur”, atau juga serial “DANUR”. Makhluk-makhluk astral di film tersebut, khas sosok ‘jadi-jadian’ imajinasi nusantara. Lalu ketika saat ini Museum MACAN mengumumkan pameran tunggal perupa ternama asal Australia, Patricia Piccinini, khasanah mahkluk jadi-jadian kita semakin bertambah. Patricia memamerkan patung-patung imajinasinya, berbentuk mutan, semacam persilangan antara kera, babi, wombat, ikan, dan manusia. Sebuah persilangan yang mendebarkan, apalagi umumnya patung-patung tersebut berkulit kenyal dan segar, antara kulit babi dan kulit manusia. Sejumlah patung menggunakan rambut-rambut yang terlihat sangat alamiah. Satu patung wanita yang mengenakan gaun ladylike retro warna biru, rambutnya megar segar seperti rambut aktris Andie MacDowell. Ia menggendong mutan gempal, sepintas seperti babi, berkulit pink segar, pandangan matanya menatap jauh. Bola mata sang wanita dan sang mutan, berwarna sama.
Mutan saling welas asih
Ini pameran Patricia Piccinini yang pertama kali di Indonesia, berjudul CARE, dan dikurasi oleh Tobias Berger. Sebagai pameran berskala besar, CARE menampilkan lebih dari empat puluh patung ukuran hidup, tiga instalasi video berukuran besar, serta Celestial Field (2021), sebuah instalasi spektakuler yang terdiri dari ribuan bunga. Patricia memang sudah dikenal dengan karya patung makhluk khayali alami dan mekanis yang bergaya hiperealistis, praktik artistik Patricia Piccinini mengeksplorasi bentuk-bentuk baru mengenai tubuh, seksualitas, dan rasa welas asih. Karya-karyanya merefleksikan batas-batas yang semakin samar antara yang artifisial dan yang alami; mempertanyakan pemahaman kita mengenai hubungan dengan dunia sekitar dan memperlihatkan masa depan di mana manusia dan makhluk lain dapat hidup berdampingan, bukan hanya di ruang yang sama, tetapi juga dalam bentuk tubuh yang sama. Makanya kita bisa perhatikan, bahasa tubuh para mahkluk mutan di pameran ini tampak saling welas asih. Sebuah kontradiksi yang buat merinding. CARE juga semacam ajakan untuk peduli dengan lingkungan termasuk dengan para makhluk imaginary tersebut.
Isu-isu mendesak seputar ekologi
Venus Lau, Direktur, Museum MACAN, bilang, “Kami bangga bisa mempersembahkan CARE, pameran tunggal perdana Patricia Piccinini di Indonesia. Sebagai perupa yang diakui secara global, Piccinini dikenal dengan visinya yang mampu melintasi beragam isu kritis dalam masyarakat kontemporer. Kami juga sangat senang dapat bekerja dengan Tobias Berger sebagai kurator untuk proyek ini. Seperti yang tersirat dari judulnya, CARE mengeksplorasi tema universal tentang hubungan dan keintiman yang bisa dirasakan oleh audiens di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Pameran ini menyelami isu-isu global yang mendesak seputar ekologi, keanekaragaman hayati, dan bioteknologi. Melalui pameran ini, kami mengajak pengunjung untuk merenungkan bentuk-bentuk kehidupan imajiner hibrida, menyoroti tantangan yang dihadapi Indonesia terkait spesies-spesies yang terancam punah. Pameran ini juga diperkaya dengan konteks lokal untuk memperdalam relevansi terhadap narasinya. Seperti pada karya ‘The Couple’, di mana situasi rumah tangga dari figur yang ditampilkan mencerminkan lingkungan rumah di Indonesia, dengan perabotan dan barang-barang yang biasa ditemukan di rumah tangga lokal, untuk memberikan latar belakang yang mudah dikenali dan terhubung erat dengan pengunjung. Dengan mengintegrasikan elemen-elemen yang mudah dikenali, pameran ini tidak hanya mengangkat tema global, tetapi juga menjalin hubungan yang bermakna dengan budaya dan keseharian Indonesia.”
Impian Patricia Piccinini untuk bekerjasama dengan Museum Macan
Patricia Piccinini, berkata, “Saya sudah lama memiliki impian untuk bekerja sama dengan Museum MACAN, dan tentunya sangat senang dapat membawa pameran yang luar biasa ini ke Jakarta. CARE adalah pameran besar pertama saya di Indonesia, dan Museum MACAN adalah tempat yang tepat untuk pameran ini karena ruangnya yang tidak hanya indah namun MACAN juga memiliki audiens yang beragam. Saya merasa CARE adalah sebuah kesempatan yang sangat baik untuk bisa terhubung dengan para pengunjung mengenai isu-isu yang memengaruhi kita semua, mulai dari lingkungan hingga kehidupan urban kontemporer. Saya rasa, akan sangat menarik melihat bagaimana intensitas dari kota Jakarta bertaut dengan intensitas dari karya-karya yang akan ditampilkan nanti.” .
Anatomi silikon dan fiberglass
Ketika Luxina bertanya, apakah Patricia pernah melihat atau mengamati makhluk-makhluk ‘jadi-jadian’ di Indonesia? “I am a believer. Saya belum pernah melihat mereka, tetapi karena saya sedang di Indonesia, saya akan coba cari tahu,” jawab Patricia di acara konferensi pers. Patricia Piccinini lahir di Sierra Leone pada tahun 1965, Patricia Piccinini memulai karirnya dengan mempelajari anatomi, spesimen kuno, dan patologi di museum medis, yang kemudian menjadi dasar pengembangan karya seninya. Piccinini memadukan material sintetis, seperti silikon dan serat kaca (fiberglass), serta plastik ABS, dengan bahan organik, termasuk rambut serta hewan taksidermi ke dalam patung-patungnya, untuk menghasilkan makhluk imajiner yang tampak surealis.