Pada akhirnya, apa pun desain pakaian yang kita kenakan, tetaplah bahan yang ternyaman dan memanjakan raga yang akan melekat di hati. Hermés yang sudah terbiasa mengedepankan hal ini, maju lagi dengan bahan rajut halus dan transparan yang mereka sebut dengan ‘second skin knitwear’. Kemajuan teknologi rajut terlihat dari formasi opaque-sheer, yaitu formasi tebal tipis kepadatan benang yang dirajut, sisi padat (tidak transparan) beralur garis-garis grafik vertikal dan beberapa melintang horizontal. Formasi ini menghadirkan dimensi visual ketika rajutan membalut raga. Rajut lembut kemudian dikawal oleh kemantapan berbagai outer berbahan leather, juga aksesori-aksesori leather berhiaskan detail metal-metal pengait khas Hermés yang berkultur equestrian. Aksesori leather di pinggul yang trending di tahun 80an, hadir di sini dalam bentuk yang lebih besar menutup seluruh pinggul, plus satu aksen metal pengait kecil di sisi tengah. Nadège Vanhee-Cybulski, creative director Hermés, mengimbangi kesan sporty dari serial knitwear ini dengan blus-blus ladylike bergaya Halston.
Syahmedi Dean
Syahmedi Dean adalah seorang penulis yang telah menerbitkan sejumlah buku dan juga seorang jurnalis Mode dan Seni. Ia sudah meliput London Milan Paris Fashion Week sejak tahun 2000. Ia lulus dari Fakultas Seni Rupa Isntitut Seni Indonesia Yogyakarta, Program Studi Desain Komunikasi Visual. Kemudian memulai karir jurnalistik di majalah Femina tahun 1996, lalu berturut-turut menapak naik ke media-media terkemuka nasional seperti majalah Harper’s Bazaar Indonesia, majalah Dewi, majalah SOAP, Harian Media Indonesia, dan majalah Estetika. Dengan segenap perjalanan karirnya, kini ia menjadi Co-Founder dan Editorial Director LUXINA.