Bagaimana memposisikan brand menjadi sebuah brand hypebeast? Apalagi bila brand tersebut sudah berada di level luxury. Karena menurut kaum hypebeast, hypebeast brand bukanlah luxury brand, walau dengan harga jual yang tinggi. Tapi pasar hypebeast berada di posisi tertinggi saat ini dan merupakan pasar mainstream dimana semua generasi millennial sampai z berlomba-lomba menjadi “hypebeast“. Dengan apa yang dibuat Virgil Abloh untuk Louis Vuitton koleksi pria, aroma hypebeast semakin semerbak. Bagaimana dengan pasar non-hypebeast? Sudah tidak potensial lagi kah? Apakah mereka harus menjadi hypebeast juga?
Louis Vuitton Men’s spring/ summer 2021 yang dipresentasikan kemarin, 2 September, di Tokyo, merupakan koleksi sambungan dari koleksi Shanghai. Virgil Abloh menawarkan deretan koleksi bernafas “hypebeast”dengan meginterpretasi salah satu look Louis Vuitton Men spring/ summer 1995 yang dibuat Marc Jacobs saat itu. Dimana teddy bear menjadi bagian pada look tersebut dan di kreasi ulang oleh Abloh dengan menciptakan berbagai figur hewan (tambahan) yang lebih extravaganza. Figur-figur hewan tersebut disematkan pada jaket dan blazer (jas) dan mainan kunci (key chains) yang bergantungan pada tas. Agar lebih “hypebeast” lagi, warna-warna yang disuguhkan adalah warna primer yang keras, merah, kuning dan biru yang dikombinasikan dengan hijau, ungu dan toska. Warna rasta, terasa mendominasi.
Menurut relis resmi yang dikirimkan Louis Vuitton, koleksi yang berjudul ‘Massage in a Bottle’ ini, Abloh ingin merayakan sejarah budaya dan silang budaya yang bertukar. Dengan mengambil referensi dari dialog musik antara Jamaica dan sub-kultur Inggris pada tahun 1960-an, yaitu dimana lahirnya musik Ska dan Rege. Jadi, tidak heran, warna-warna rasta (merah, kuning dan hijau) mendominasi pada koleksi ini. Are rasta is the new hypebeast style? Yang jelas, rasta adalah gaya hidup dan attitude, bukan hanya sekedar penampilan. Apakah generasi hype-beast paham soal gaya hidup rasta?
Koleksi yang kaya dengan potongan tailoring ini, seperti stelan jas dan blouson jacket dengan konstruksi pundak yang kokoh, dibuat dengan kerah (lapel) berpotongan jatuh sehingga menampilan sesuatu yang baru. Dimana teknik tailoring Inggris, di aplikasikan pada koleksi ini. Abloh juga ingin menunjukan bahwa berpakaian rapi tidak harus selalu dengan warna-warna monokrom yang membosankan. Termasuk dengan aksesoris seperti topi yang (seperti) terlihat rusak, kacamata berbeda bentuk antara kiri dan kanan dan tumpukan-tumpukan boneka di badan. Berdandan dengan potongan pakaian formal (stelan jas dan pantalon), bisa terlihat street fashion, fun dan hype-beast.
Usaha Abloh dalam meng-hypebeast-kan tailoring dan men-tailoring-kan hypbeast akhirnya melahirkan satu kultur gaya baru. Apakah ini akan menjadi trend pria masa depan?
Foto dok. Louis Vuitton