“What if Women Ruled the World?” begitu kalimat yang terpampang di runway peragaan busana Dior koleksi spring couture 2020. Apa yang langsung terasosiasikan dari kalimat tersebut? Well, Indira Gandhi dan Angela Merkel, dua powerful women dengan dua gaya penampilan yang berbeda. Indira Gandhi, ikonik dengan pakaian tradisi India yang berkomponen kain pajang (5 hingga 8 meter), dibelitkan di badan, draping terjuntai alamiah. Angela Merkel, identik dengan power dressing, suit maskulin yang polos tanpa detail. Dua sosok kontradiktif tapi terbukti powerful dan dihormati. Sosok Indira dan Angela, kalau dipaksa-paksakan bisa representative juga dengan koleksi Dior terbaru ini, koleksi yang merangkul kontradiksi feminism, antara yang berpakaian feminine dan androgynous.
Jawaban Grecian Drape
Untuk menjawab pertanyaannya sendiri, “What if Women Ruled the World?”, Dior merujuk pada gaya berpakaian wanita dari jaman dewi-dewi Yunani, jaman ketika wanita tampil dengan sangat feminine, lembut, gemulai, dan glory. Pakaian hanya disampirkan di badan, lalu dipelintir, dicantum-cantumkan, disimpulkan di ujung bahu atau di pinggul, atau di drape (hingga dikenal dengan nama Grecian Drape), pakaian ini disebut dengan Peplos. Warna yang dipilih adalah keemasan, warna yang paling powerful di dalam keluarga logam. Gaun-gaun one-shoulder, juga gaun dengan dua string di bahu, memanfaatkan teknik pelintiran ala Peplos dikawinkan dengan rigid silhouette khas Dior. Selain bahan metalik, Dior juga menggunakan bahan-bahan halus see-through yang extra feminine. Di pleats dan diplintir, dan memperlihatkan shorts elastis dan bra modern dibaliknya.
Pure Celebrating Fashion
Pada karakter tipe Angela Merkel, Dior tidak membiarkan power dressing polos tanpa detail, setelan formal ini ditimpa dengan spirit Peplos, bahan yang rigid di pleats dan plintir. Setelannya berupa jaket ala slouchy tailoring, macam-macam rok pleated, maxi pencil skirt, wrapped pencil skirt, dan pantalon ramping semata kaki. Hasilnya, tidak memuaskan. Perfect finishing khas Dior terlihat kendor di sini. Terutama pada rok-rok maxi yang mengeriting yang terlihat nyata akibat bahan warna metalik yang reflektif. Hm, hm, sangat disayangkan. Mungkin sudah saatnya Maria Grazia Chiuri, Creative Director Dior, pure celebrating fashion, isu-isu feminism yang berhasil diusung pada musim-musim yang lalu sebaiknya disimpan saja dulu. Saatnya mengibarkan isu yang fresh, seperti halnya fashion, selalu mencari yang fresh.
Foto: Dior