Ketika tahun 1910 pelukis Wassily Kandinsky menciptakan karya berjudul ‘Composition I’ di Munich, ia seperti membuka babak baru dalam seni rupa, ia mengajak orang-orang menggunakan mata untuk menikmati komposisi musik. Kandinsky melihat letupan warna ketika ia mendengar lantunan instrumen musik. Kondisi ini disebut dengan synesthesia, satu kondisi neurologis ketika satu indera terpicu secara otomatis saat indera lain sedang aktif. Atas langkahnya ini Kandisnky menjadi salah satu pionir di arena seni abstrak murni, mengeksplorasi warna, garis, dan komposisi visual sebagai wujud ekspresi artistik. Lalu ketika Devialet, jenama audio premium dari Paris, menantang seniman Indonesia bernama Tutu untuk melukis di speaker Devialet Phantom dalam program Sound & Vision, getar Kandisky seperti menyeruak kepermukaan.
Komposisi hirarki
Tutu menyambut tantangan Devialet dengan pemikiran yang dalam, ia menyematkan idenya dengan tata hirarki langit ke bumi sesuai dengan bentuk speaker dan tree stand penyangga yang berdiri tegak. Ia memulai dengan sematan awan Mega Mendung di sisi atas, kemudian sebaran gelombang visual merambat turun ber-layer-layer ke batang tree stand, lalu ujung-ujungnya berakhir seperti bulir air. Kalau kalian terbiasa dengan bahasa visual, kalian akan terdiam melihat komposisi ini. Dari mana Tutu punya konsep memvisualkan suara seperti ini? Apakah beliau mengerti musik, atau hanya sekadar intuisi? Apakah beliau orang audio, atau orang visual? Atau orang yang berkondisi synesthesia?
Orang audio atau orang visual?
“Sebenarnya Mas Tutu orang audio atau orang visual?” tanya Luxina. Ia tampak menahan tawa. “Saya orang apa aja,” jawabnya, jawaban yang membuka tabir lebih gamblang. Di arena musik Tutu dikenal dengan nama A.A.G. Airlangga, ia pernah menjadi Music Director untuk film ‘JANJI JONI’ yang dibintangi oleh Nicolas Saputra di tahun (2005). Temuan profesi yang cukup mencengangkan bagi semesta seni rupa. Lalu bagaimana proses kreatif Tutu untuk Devialet ini? “Saya melihat audio itu ber layer-layer, sama seperti melukis. Kalau misalnya di sound, setiap saya dulu membuat komposisi, saya mulai dari beat dulu, beat pun ada layer nya sendiri, kick, snare, crash, beat berapa per berapa. Drum juga ber layer-layer.”
Proses kreatif berkonsep Sound and Vision
Tutu bilang bahwa awalnya kalau ia melukis ya ia melukis saja, murni karena senang, namun ia mulai mengubah pola pikir proses kreatifnya. “Sejak sekitar 2007 saya mulai berkutat dengan konsep. Kalau bikin sesuatu harus ada ceritanya, storytelling nya, bukan cuma glorify warna, kalau saya bikin karya banyak warna, orang langsung beri komentar ‘bagus banget’, saya pikir mereka bilang bagus karena warna nya banyak, bukan karena maknanya.” Sinergi antara sound dan vision ini juga bukan hal baru bagi Tutu. Ia pernah bekerja sebagai penggambar di rumah produksi animasi. “Jaman dulu saya bikin animasi masih tradisional, 1 hari 350 gambar,” ujarnya, saat itu gambar tangan yang ia buat harus berkesinambungan dengan audionya.
Plat emas sebagai identitas Devialet
Kebiasaan telah membuat Tutu menjadi sangat teliti, termasuk melakukan riset tentang bahan permukaan Devialet. “Karena ini produk high-end, dan saya juga paham komponen audio, jadinya saya cukup bawel. Produk high-end jarang bermain dengan warna, mereka lebih banyak hitam putih abu-abu dan gold. Tapi saya coba membubuhkan warna dan dinamika. Plat emas nya masih ada saya pertahankan,” ucap Tutu yang memang selalu mendengarkan musik setiap ia berkarya. “Saya juga graffiti artist. Saya observasi tentang materialnya, apakah poly carbonate, apakah metal plate tapi sepuhannya zinc, agar saya tau sampai proses varnish nya.”
Awan hingga menetes
Bagaimana ceritanya Tutu sampai menggunakan Mega Mendung sebagai pilihan awan? Ia bilang, untuk produk global ini ia perlu menorehkan identitas Indonesia, pilihannya jatuh pada awan Mega Mendung dari Cirebon. Namun lebih dari itu, Tutu juga punya hubungan tersembunyi dengan awan. “Saya dulu sering lihat awan yang abstrak, terkadang saya menemukan ada yang mulai berbentuk, kayak kucing ya, kayak anjing ya, dari kecil saya sering banget seperti itu. Untuk Devialet saya mencoba berkhayal, kira-kira kalau sound keluar dari sini gimana sih gerakannya. Inti buat saya, bagaimana begitu Devialet bunyi, bisa terekspresikan dinamika, dan orang bisa melihat bunyi.”
Ini alasannya apa, diujung-ujung gelombangnya berubah seperti rambatan air? “Sound itu kayak air, kalau lihat di spektrum di komputer, suara tampak naik turun naik turun, amplify. Seperti air.”
Kolaborasi seni dan teknologi
Program Sound & Vision dari Devialet ini melanjutkan keberhasilan kolaborasi global sebelumnya – termasuk kerja sama dengan seniman Tiongkok, Yang Bao dan Wa Liu dalam rangka perayaan Tahun Baru Imlek 2024. Sound & Vision menegaskan komitmen Devialet dalam mendukung kreasi artistik sekaligus menampilkan harmoni antara teknologi suara mutakhir, desain elegan, dan kreativitas visual. Freddie Beh, perwakilan dari Devialet Indonesia, menambahkan, “Kolaborasi ini adalah bukti sinergi antara teknologi canggih dan kreativitas dinamis seniman Indonesia.
Analog Digital Hybrid
Devialet adalah perusahaan rekayasa akustik asal Prancis. Sebuah jenama premium yang menghadirkan suara transformatif melalui kualitas audio yang luar biasa. Berkat rekayasa audio mutakhirnya, portofolio produk Devialet, termasuk Phantom yang ikonis, speaker portable Devialet Mania, soundbar all-in-one Devialet Dione, dan wireless earbuds Devialet Gemini II, menawarkan pengalaman suara yang benar-benar tak tertandingi melalui desain yang inovatif dan kreatif. Devialet pertama kali dikenal di dunia rekayasa audio melalui serangkaian inovasi yang dipatenkan, termasuk teknologi amplifikasi suara ADH® (Analog Digital Hybrid), alat reproduksi suara optimal SAM® (Speaker Active Matching), dan HBI® (Heart Bass Implosion). Devialet juga berkomitmen untuk memberikan inovasi yang berdampak besar dan bermakna yang mendukung kreasi artistik dan melestarikan warisan budaya, termasuk melalui kerja sama jangka panjang dengan institusi budaya ternama seperti Villa Medici dan Opéra de Paris.