Walau tergolong belia di dalam industri fashion Indonesia, desainer Wilsen Willem tidak menutup mata akan isu sustainability yang diarahkan ke industri yang ia geluti. Ia berpartisipasi memecahkan isu ini dengan cara yang mengesankan, melalui koleksi yang ia tampilkan di JF3 2023, Wilsen mengangkat tenun Garut sebagai bahan utama. Ini bukan sembarang tenun, Wilsen merangkul Ecotouch (perusahaan recycle sampah tekstil) yang memberikannya benang-benang hasil uraian dari bahan denim dan kemeja katun, bahan ini lalu diserahkan Wilsen ke Karyana Silk House (usaha tenun atbm pembuat sulam bulu, sutra bulu, selandang, dan scarf) yang berlokasi di Rancatungku, Pameungpeuk, Jawa Barat. Karyana menciptakan wastra untuk Wilsen, berlembar-lembar bahan dengan warna yang unik, bersemburat warna biru keabuan. Bahan ini dipadankan dengan bahan tenun sutra hasil produksi utama Karyana Silk House. Kedua bahan ini lalu melebur ke dalam rancangan-rancangan Wilsen, apa jadinya?
Pesan memainkan outerwear, wastra, dan karakter diri
Inilah keunggulan Wilsen, walau ia mendukung wastra dan sustainability, ia bisa tetap teguh dengan signature dan karakter pribadinya dalam mendesain. Bukan mentang-mentang mendukung wastra, lalu desainnya menjadi beraura seremoni-seremoni ‘Kawinan’, desain-desain yang tidak dilirik oleh market baru (milenial dan gen Z). Wilsen yang selalu ingin menaklukkan konstruksi outerwear dan segala structural design, mengubah bahan-bahan dari Karyana Silk House jadi pakaian-pakaian urban modern. Modifikasi trenchcoat berlengan transparan, dikenakan dengan bra top, dan celana longgar, plus sneaker, menghasilkan styling yang seru berwastra. Coba perhatikan satu kemeja oversized bahan tenun Garut, ragam hias tenunannya tetap nyata dan berdimensi (karena permainan transparansi), kemeja semakin stand out karena dikenakan kontras dengan hybrid celana berilusi skirt berwarna hitam. Outerwear lain dibesut semakin seru, ada cropped jacket yang bagian hemline nya bergaris gelombang dan ketat memeluk pinggang. Ada juga outer dari konstruksi kebaya kutu baru dikenakan dengan gathered skirt multi-layer, culture meets craziness. Dari semua outerwear, ada satu rancangan yang mengangkat undergarment, berupa hybrid corset dan kemben nenek, corset ini tidak dibuat ketat mengusung sexiness, tetapi longgar kasual dan nyentrik di kenakan dengan rok lebar asimetri dua materi. Koleksi Wilsen Willim ini ia beri judul dengan ‘PESAN’, dan pesan yang tertangkap adalah jangan lupakan wastra Indonesia, tetapi jangan juga sampai kehilangan karakter diri sendiri. Benarkan Wilsen?