Ketika mendengar orang menyebut kata ‘Naga’, kemudian kita memejamkan mata, sepertinya kita bakal memiliki bayangan yang setipe, visual naga yang kerap kita lihat di lampion-lampion, di motif pakaian, di keramik, hinga di seni rupa publik seperti ornamen arsitektur di gerbang pintu hingga di atas atap bangunan tradisional Tiongkok. Naga-naga tersebut tampak serius, garang, menyemburkan api, kokoh sebagai center of attention, dan sudah menjadi stereotipe naga di dalam ingatan kita. Apa yang terjadi jika perayaan tahun Naga datang, tentu naga tersebut makin banyak dan membuat jemu. Apa lagi kalau dibuat pula pameran karya seni bertema naga, hmm. Namun kali ini berbeda, ketika Unicorn Gallery di Jakarta Art Hub Wisma Geha, menampilkan pameran berjudul “Enter the Dragon” yang tengah berlangsung mulai dari tanggal 13 Januari 2024 hingga sepanjang bulan Februari. Kita diajak untuk bertemu dengan Naga-Naga yang gorgeous dan fun, penuh dengan letupan emosi keriangan. Salah satunya adalah karya Galuh Taji Malela, berupa naga berwarna hijau apel dan rambut tengkuk serta janggut berwarna fuchsia. Awan-awan berwarna oranye dan fuchsia berbayang warna gandaria. Gunung-gunung batu berbias warna tosca, berhiaskan teratai-teratai putih berkelopak merah di sisi bagian bawah.

Seni lukis klasik Cina versus pilihan milenial
Walau tampil terang dan pop, kegarangan dan liuk gerak naga karya Galuh Taji Malela dasarnya masih satu genre dengan tradisi lukisan naga klasik Tiongkok, yang dipionirkan oleh Chen Rong (1200-1266), salah satu pelukis naga terbaik dari Dinasti Song (960-1279). Karya Chen Rong yang berjudul “Nine Dragons” sudah diakui sebagai salah satu greatest masterpiece dalam sejarah seni lukis klasik Cina. Kembali ke ruang pameran Unicorn Gallery, siapa yang mengkurasi naga-naga yang tampil ini? Namanya Aldridge Tjiptarahardja, kurator dan Gallery Director di Unicorn. Ia mengumpulkan 17 lukisan, 1 karya instalasi, untuk dipamerkan. Alih-alih jauh-jauh membahas Chen Rong, Aldridge yang milenial mengatakan kepada Luxina bahwa: “Inspirasi pameran ini datang dari sosok Bruce Lee, badannya kecil tapi bisa mengalahkan yang gede-gede. Semangat ini yang ingin kita usung. Menurut saya banyak seniman muda yang underrated oleh market. Makanya di pameran ini kita tidak memilih seniman yang mainstream, kita pilih yang ibaratnya second layer. Seharusnya mereka ini sudah masuk ke yang mainstream, cuman koq belom masuk.” Untuk melengkapi karya-karya di pameran ini, Aldridge tidak membuat open calling, ia menawarkan langsung idenya kepada seniman yang sudah ia pilih dengan syarat harus membuat naga.

Ogoh-ogoh Naga dari Jakarta langsung ke Ubud, Bali
Salah dua yang juga menggetarkan adalah karya Adriel Arizon, menggambarkan ogoh-ogoh naga yang di arak oleh tiga orang yang berlari di atas daun-daun teratai di tengah telaga. Dua karya ini didominasi warna hijau, lalu aksen-aksen warna cokelat kayu dan bunga-bunga gradasi pink sebagai warna komplimen yang pas. Dominasi hijau ini sampai-sampai membuat para pengusung ogoh-ogoh pun menjadi samar. Naga meliuk luwes garang, tubuh panjangnya tampak mengelupaskan batang kayu yang masih berbunga. Jelas ya, ini tahun Naga Kayu. “Dari lukisan ini saya ingin menyampaikan bahwa sesuatu yang besar itu selalu hasil dari kerja sama,” ujar Adriel sambil menunjuk para pembawa ogoh-ogoh dengan tongkat mereka yang menyokong naga. Yang paling mengesankan adalah, karya ini dibuat dengan teknik cat air di atas kertas, catnya cukup berlapis-lapis namun tidak ditemukan sisi kertas yang memuai, satu detail yang cukup untuk membuat menarik nafas dalam. Kalau kalian ke Unicorn Gallery sekarang, karya Adriel ini mungkin sudah tidak ada karena di hari pertama pameran sudah langsung dibeli oleh seorang kolektor dan hotelier muda dari Ubud, Bali. Selain Adriel, perhatikan juga ‘NAGA BANDA’, karya seniman Npaaw. Ini sebuah karya instalasi yang eksperimental, terbuat dari kertas daun Daluang, dimensi 1 x 10 meter. Di atas kertas terdapat seekor naga yang meliuk, sisik-sisiknya bolong hasil dari sundutan dupa. Sangat istimewa.





