Bagaimana sebenarnya standarisasi maskulinitas? Seniman Yahyarifandaru membangkitkan kenangan masa SD nya dulu ketika Art:1 New Museum Jakarta melibatkan dalam satu pameran bersama yang berjudul: HIStory Masculinity Reimagined. Yahya punya pengalaman yang tak terlupakan, dulu setelah pulang ke rumah dari sekolah, Yahya bersama teman-temannya lanjut bersekolah mengaji di Madrasah Diniyyah di kampungnya di Jawa Timur. “Dulu aku pernah dipanggil ‘Induk Ayam’, karena aku gendut larinya lambat, sering di-bully temen-temenku. Kalau ke Madrasah kami pakai sarung. Di jalur menuju Madrasah, ada anjing yang selalu mondar-mandir, satu saat menuju pulang, teman-teman menggoda si anjing, lalu mereka lari secepat mungkin. Aku paling belakang, dan akulah jadi sasaran si anjing, sarungku digigit, tapi aku berhasil lolos. Sampai sekarang aku masih trauma dengan kejadian itu.” Ujar Yahya disela-sela pameran. Menurut Yahya lagi, maskulinitas bisa dianalogikan dengan ayam Jantan, “…eh tetapi malah teman-temanku memanggilku dengan ‘induk ayam’ karena jalanku kata mereka megal-megol, enggak bisa berlari kencang.” Saat itu Yahya merasa tidak ada masalah, menurutnya sebenarnya laki-laki bisa berbentuk kayak apa saja.
.
Ayam, figur kribo, dan maskulinitas
Pengalaman Yahya tersebut ia visualkan dengan cat akrilik di atas kanvas, dimensi 100 X 100 cm, berjudul ‘Dualitas Identitas’, berupa sosok ayam dan anjing dalam gaya sapuan warna khas Yahya yang tak terduga, bergumpal-gumpal dan bergenang-genang, lalu di gumpalan tersebut diimbuhkan mata, hidung, mulut, juga gigi. Sosok ayam tampak berkepala dua, ia seperti menoleh ke depan ke belakang untuk mengamati keadaan, sementara sang anjing hanya menyeringai dan cenderung tertawa. Karya lain yang menarik adalah patung cilik (45 cm), figur kribo bermuka tengkorak dari bahan resin karya Rizal Ulum, judulnya: CRLY Depression. Kemudian karya Akbar Warisqia, dimensi 80 X 60 cm, menggunakan cat akrilik dan spray di atas kanvas, berjudul Part of Life, gambarnya seperti sehelai fabric yang melayang, atau terdampar? Sepertinya memang ada di dalam hidup ini sikap maskulin yang melayang. Pameran “HIStory: Masculinity Reimagined” di Art:1 New Museum ini akan berlangsung hingga 13 Juli 2024.
Rizal Ulum, CRLY Depression, Resin (45 cm)
Program Komunitas dari Art:1 New Museum
“HIStory: Masculinity Reimagined” adalah Program Komunitas nirlaba oleh Art:1 New Museum yang didedikasikan untuk Komunitas Seni yang ingin memamerkan karya seni mereka. Melalui Program Komunitas, Art:1 ingin menemukan seniman-seniman baru yang mencari kesempatan untuk bekerja dengan galeri. Diadakan dua bulanan, program komunitas ini terbuka bagi seniman dan penggemar seni untuk mengeksplorasi, menciptakan, dan terhubung melalui pameran, lokakarya, dan proyek kolaboratif lainnya yang mendorong kreativitas. Untuk batch ini, Art:1 menyajikan tema New Masculinity dan representasi serta reimajinasi melalui lensa seni. Melalui panggilan terbuka, dewan kuratorial Art:1 memilih 17 peserta dari seluruh Indonesia untuk mempresentasikan karya seni mereka yang selaras dengan tema Maskulinitas Baru. 17 peserta yang ditampilkan dalam pameran ini adalah; Akbar Warisqia, Amanda Hay, Aria Abdurrahman, Hansen Martin, I Gede Jaya Putra, John Raymond, Leka Putra, Light, Mahesa Riyutara, Oetje Lamno, Olivia Tanzil, Philips Sambalao, Rizal Ulum, Salma Khoirunnisa, Satya Budhi Pranaya, Yahya Rifandaru, dan Zelinda Citra Sasmita.