Di masa-masa sulit tahun 1963 di Paris, tiga seniman sekawan membuka toko yang menjual sekelumit kebahagiaan kecil. Mereka menjual scented candles dengan aroma teh, kayu manis, dan dedaunan. Kemudian usaha mereka berkembang dan mulai menambah komoditi dengan menjual cologne dari Inggris. Tiga sekawan ini bernama Desmond, Christiane dan Yves Coueslant.
Toko kecil yang mereka bangun di 34 Boulevard Saint-Germain memiliki dua jendela display atau dalam senirupa dikenal dengan istilah Diptyque. Kebahagiaan yang mereka jual lewat wewangian berkembang lagi, tahun 1968 memberanikan diri mempersembahkan sebotol parfum dengan nama L’Eau. Ini adalah parfum genderless pertama yang pernah ada.
Tahun ini Diptyque merayakan 50 tahun kelahiran L’Eau dengan meluncurkan dua parfum bernama Tempo dan Fleur de Peau, hasil pengembangan dari seorang perfumer bernama Olivier Pescheux.
Tempo, bertema patchouli (daun nilam) yang dibudi dayakan di Sulawesi. Kelembutan patchouli diperkaya dengan imbuhan bergamot, violet leaf, clary sage, mate, dan pink pepper. Fleur de Peau, bertema musk dengan imbuhan mawar, iris, pink pepper dan ambergris.
Foto: dok. Diptyque