Pameran tunggal perdana Korakrit Arunanondchai di Indonesia, “Sing Dance Cry Breathe | as their world collides on to the screen,” menyajikan pengalaman teaterik dengan aktor non-manusia. Dibuka pada 30 November 2024 hingga 6 April 2025, pameran ini membawa karya-karya seniman Thailand tersebut yang mencerminkan dialog intens antara manusia dan alam melalui simbol burung dan ular. Representasi ini menggambarkan konflik antara hasrat pembaruan dan ketakutan akan perubahan.
Antara Mitos, Animisme, dan Fiksi Ilmiah
Korakrit memadukan animisme dan fiksi ilmiah sebagai medium untuk menyampaikan narasi kompleks. Pameran ini, yang berakar pada mitos penciptaan, tidak hanya membicarakan asal-usul manusia, tetapi juga membongkar hubungan manusia dengan struktur sosial dan alam. Pendekatan antropomorfisnya, melalui cahaya, suara, dan arsitektur, menggugah pertanyaan mendalam tentang relevansi cerita-cerita lama dalam konteks dunia modern yang terus berubah. Sebuah panggilan untuk menghadapi ketakutan akan yang tidak diketahui, di saat yang sama merangkul perasaan-perasaan mendalam.
Panggung Interaksi Multi-Dimensi
Museum MACAN menghadirkan pameran ini sebagai ruang interaksi multi-dimensi, di mana penonton diajak untuk tidak hanya mengamati, tetapi juga berpartisipasi. Konsep pameran ini menempatkan manusia dan entitas non-manusia dalam satu ruang, menciptakan pengalaman emosional yang intens. Korakrit menggambarkan karya-karyanya sebagai panggung teater yang mengundang penonton untuk bernyanyi, menari, menangis, dan bernapas bersama, menciptakan simbiosis antara manusia dan alam.
Kuratorial yang Menantang Tradisi
Venus Lau, Direktur Museum MACAN, menyatakan bahwa pameran ini adalah eksplorasi tema-tema yang berulang dalam karya Korakrit, seperti pembusukan, kelahiran kembali, dan spiritualitas. Kuratorial ini mengedepankan karya seni sebagai proses pembaharuan spiritual, menghadirkan lukisan-lukisan baru yang belum pernah ditampilkan sebelumnya. “Kami berharap pameran ini dapat menjadi ruang refleksi mendalam bagi pengunjung untuk memahami emosi kolektif dalam konteks seni kontemporer,” ujar Lau.
Menghadirkan Seni Sebagai Medium Emosi Kolektif
Melalui karya-karyanya, Korakrit menghadirkan medium yang menampung emosi kolektif, membawa penonton pada perjalanan introspektif. Layar, suara, dan elemen visual lain menjadi media yang menghubungkan perasaan manusia dengan dunia di luar dirinya. Pameran ini adalah perayaan dari apa yang ia sebut sebagai “hiruk-pikuk dunia non-manusia,” sebuah narasi yang membawa kita untuk merefleksikan hubungan manusia dengan alam dan emosi yang melekat di dalamnya.