“Musim ini, saya ingin menjauh dari Roma, atau setidaknya saya ingin meletakkan Roma dalam konteks global,” ujar Kim Jones, Artistic Director Fendi untuk lini couture dan womenswear. “Di koleksi ini, kami mencari fragmentasi dari kota lain, misalnya Kyoto, Paris, dan Rome. Detail-detail hasil fregmentasi bertebaran di seluruh koleksi, bagaikan satu kenangan atau kesan dari masa lalu, masa kini, dan masa depan, yang mencuat kepermukaan.” Begitu penjelasan Kim pada materi siaran pers yang dibagikan ke seluruh dunia. Kedengarannya rumit ya, bagaimana ketiganya bisa lebur harmonis manis, jika semuanya sama kuat? Disinilah power seorang Kim Jones bertindak, segala sumber ide tersebut langsung redam dalam kelembutan palet warna-warna pastel, semua pakaian tampak realistis, mudah dipakai dalam irama kesederhanaan. Warna paling terang adalah kuning neon, lalu ada hitam yang solid, dan coklat yang hangat. Siluet bagaikan asimilasi t-shirt dan kimono, terkadang polos saja, terkadang transparan, terkadang berbalur beads dan sequins. Terdapat juga pecahan-pecahan bahan print Kata Yuzen, satu teknik cetak tangan yang sudah ada sejak tahun 1700an di Kyoto. Seni beading pada beberapa permukaan rancangan bergaya art deco Japonisme, gaya serapan Jepang yang popular di Paris tahun 1920an.
Syahmedi Dean
Syahmedi Dean adalah seorang penulis yang telah menerbitkan sejumlah buku dan juga seorang jurnalis Mode dan Seni. Ia sudah meliput London Milan Paris Fashion Week sejak tahun 2000. Ia lulus dari Fakultas Seni Rupa Isntitut Seni Indonesia Yogyakarta, Program Studi Desain Komunikasi Visual. Kemudian memulai karir jurnalistik di majalah Femina tahun 1996, lalu berturut-turut menapak naik ke media-media terkemuka nasional seperti majalah Harper’s Bazaar Indonesia, majalah Dewi, majalah SOAP, Harian Media Indonesia, dan majalah Estetika. Dengan segenap perjalanan karirnya, kini ia menjadi Co-Founder dan Editorial Director LUXINA.