Sehancur-hancurnya anatomi manusia di imajinasi Pablo Picasso, tetaplah Picasso memiliki keahlian level master dalam menggambarkan anatomi manusia dengan benar lewat hand drawing dan gerak tangannya. Ia pun pernah berujar; “learn the rule like a pro, so you can break them like an artist”, satu petikan yang membukakan mata tentang bagaimana pun liarnya imajinasi seorang seniman tetaplah seniman tersebut harus memiliki pijakan ilmu pemetaan kenyataan serealistis mungkin, sehingga publik bisa merasakan gejolak yang berdasar ketika sang seniman memporak-porandakan sebuah kenyataan. Sejauh ini sepertinya tak ada yang perduli dengan esensi kualitas seni rupa yang penting ini. Banyak karya-karya seni eksperimental saling berlomba out-of-the box, dan terjebak dalam tren seni kontemporer. Karya-karya tersebut memang tampak sangat unik, seolah sedang menekuk dan mendekontruksi sebuah ilmu seni rupa. Padahal karya tersebut hanyalah percikan cat belaka, minim dasar-dasar teknik, sehingga lemah karakter berkualitas.
Hand drawing adalah fondasi seni rupa
Ternyata masih ada yang peduli dengan isu penting yang tersembunyi ini, dialah Aldridje Tjiptarahardja, Gallery Director dan Curator dari UNICORN GALLERY JAKARTA, ia menggelar pameran bersama, ‘KNOW THYSELF – Exhibiting Artists With Remarkable Anatomical Drawing Skill’, menampilkan 7 seniman yang sudah ia kurasi. “Memang, setiap kali mampir ke studio mereka, saya perhatikan kemampuan hand drawing mereka, bagi saya ini adalah dasar yang terpenting, sebagus apapun sebuah karya, kalau hand drawing nya kurang, rasanya gimana ya gitu. Hand drawing adalah fondasi, kalau fondasi ini kuat setiap karya akan tampak selalu bagus,” ujar Aldridge pada hari pembukaan pameran. Pada kata pengantar pameran, Aldridge menyampaikan bahwa; Kuatnya landasan keterampilan teknis yang dimiliki oleh seorang seniman jelas tidak bisa dianggap remeh, terutama oleh para kolektor fundamental, karena kelanggengan dan keberhasilan karir seniman seringkali bergantung pada pemahaman yang mendalam tentang teknik menggambar, seperti visual anatomi manusia dan strukturnya yang logis dan konsisten.
Bahasa tubuh dan emosi jari jemari
7 seniman yang dirangkul di pameran ini adalah; Aziz, I Wayan Redika, Myakin, Pandu Wijaya, Sogik P.Y., Whima R. Utama, dan Yanal Desmon. Masing-masing menampilkan karya dengan style yang berbeda-beda. Pandu Wijaya membawa imajinasi ke masa kejayaan impressionism, salah satu karyanya berjudul ‘Waktu Luang’, oil on canvas, 130 x 100 cm, menggambarkan figure tubuh tanpa busana yang rebah dengan sisi torso yang telungkup dan tangan kiri terkulai, proporsi anatomi tampak presisi. Karya Whima R. Utama tampak ilustratif, kurus dan panjang, mendramatisir bahasa tubuh. Karya Sogik P.Y. tampak gempal sensual, padat emosi dengan bahasa jari jemari yang terlihat nyaman. “Harapan saya, lagi lagi fokusnya ke kolektor, supaya mereka lebih bijak dalam memilih karya seni, bukan berarti kita against seniman yang avant-garde, yang inovatif, silahkan. Hanya saja kalau kolektor tanya ke saya, seniman apa yang kira-kira bisa melangkah panjang ke masa depan, itu adalah seniman yang jago dalam hand drawing, terutama anatomi,” ujar Aldridge dengan mantap.