Berdirilah di depan lukisan-lukisan Zita Nuella, resapi, pandangilah hamparan kecamuk di atas kanvas yang bersih, kita akan tersedot ke dalam kesunyian yang tak hampa, lengang tapi ada gerak energi berkelebat, seperti ada teriakan batin yang merambati oksigen dan nitrogen. Lukisan-lukisan itu diam, tetapi terasa ada yang berkecamuk. Lihat karya yang berjudul “Am I Disappearing?”, dimensi 100 x 100 cm, menggambarkan serangkai lingkar hitam, seperti molekul yang siap sirna. Atau karya “Silence was Your Greeting”, dimensi 120 x 180 cm, seperti paparan ironis masyarakat metropolitan, di dalam keramaian hanya kesenyapan yang mampu menyapa mereka dengan tangan terbuka. Koleksi karya-karya Zita (lahir 1998) ini diberi judul: ‘LONESOME MONOLOGUE’, menampilkan 10 karya yang proses kreatifnya nyaris tanpa menggunakan kuas, ia menggunakan rambutnya, jemarinya, sikunya, sebagai penoreh charcoal yang telah ia cairkan.
“Am I Disappearing?”, 100 x 100 cm – Charcoal & acrylic on canvas
Jatuh cinta pada abstrak tanpa kuas
Bagaimana Zita bisa sampai ke perjalanan tanpa kuas ini? “Dulu aku sempat eksplor hal lain, figurative juga pernah, tapi di satu sisi aku menemukan abstrak itu seperti berbicara langsung sama aku, dan aku jadi jatuh cinta sama abstrak.” Ujarnya di sela-sela pengunjung pameran yang ramai. Kalau melihat komposisi dan ekspresi yang ia ciptakan, sepertinya Zita menebarkan coretan hanya sekali atau dua kali tebar, apakah ia akan merevisi apa yang telah ia tebarkan di kanvas? “Sebenarnya kalau masalah revisi, kalau ada yang kurang puas, aku pasti mengulang lagi, tapi untuk satu kali libasan itu sebenarnya ada tahap lanjutannya. Misalnya bagian ini dulu, terus aku mundur dari kanvas, lihat dulu, apa yang kurang, habis itu aku tambahkan komposisi yang lain, jadi proses berkaryanya kayak mundur maju mundur maju.”
Dalam kesepian pasti ada luka
Di dalam kecamuk yang melesat tanpa arah di kanvas Zita, ternyata ada usaha untuk menorehkan segores kepastian, berupa satu garis merah yang lurus tegas, ada yang vertikal, ada yang horizontal. Walau garis tersebut digambarkan tipis halus seperti goresan luka, ia bisa kokoh sebagai penyeimbang kekalutan, seperti secercah kepastian yang ajeg, yang horizontal bagai tempat berpijak, yang vertikal bagai tempat berpegangan. “Waktu aku membuat karya-karya ini, dalam kesepian, pasti ada luka, scar, tapi aku enggak mau tampilkan secara negatif,” ujar Zita menjelaskan mengapa garis tersebut sangat tipis, apakah ia juga luka yang tersembuyi? “Karena tanpa luka itu semuanya juga enggak komplet.” Ucap Zita, membuat suasana semakin galau. “Kemudian, untuk koleksi ini saya enggak mau kasih banyak warna. Cukup sedikit warna biru dan merah, cukup mensimbolisasikan dan cukup membuat feel yang aku inginkan masuk ke kanvas.” jelasnya lagi di depan karya yang berjudul, “Silence was Your Goodbye“.
Lonesome Monologue dari Atreyu Moniaga Project’s Mixed Feeling
Koleksi lukisan LONESOME MONOLOGUE adalah debut Zita berpameran, ditampilkan bertiga dengan dua seniman Generasi Z lain yaitu Clasutta dan Tusita Mangalani, dalam pameran bersama berjudul ‘AD MAIORA‘, dipetik dari frasa Latin, ‘Ad Maiora Natus Sum’ yang berarti “kita dilahirkan untuk mencapai hal-hal yang lebih besar”. Pameran ini mengeksplorasi beragam sudut pandang masing-masing seniman dalam upaya mereka menerobos medan seni rupa serta cita-cita yang diampu bersama untuk menciptakan karya yang berdampak. Dirancang sebagai tiga ragam rangkaian seri lukisan, Ad Maiora mengantarkan kita masuk ke dalam benak setiap seniman. Lebih dari itu, kegiatan ini adalah penghujung perjalanan mereka bertiga yang dalam satu tahun terakhir menempuh program inkubasi seniman AMP – Atreyu Moniaga Project’s Mixed Feelings yang ketujuh. Proyek ini juga menandai satu dekade AMP sebagai sebuah inisiatif independen dengan misi untuk mendukung seniman muda memasuki dunia seni dan kreatif di Jakarta. Pada akhirnya, Ad Maiora adalah perayaan akan harapan dan kesadaran tentang tujuan besar sekaligus bentuk penghormatan pada sebuah awal yang sederhana. Untuk segala cita-cita besar yang kita impikan, mari kita wujudkan satu demi satu, dari sekarang.