Ditengah kampanye koleksi kapsul kolaborasi Louis Vuitton dan Yayaoi Kusama yang sedang mengguncang seluruh dunia, di pekan mode pria Paris untuk fall/ winter 2023, Louis Vuitton menyambung ke-viral-an jenamanya di jagad digital. Sebuah usaha yang sangat luar biasa agar jenama ini terus menerus menjadi perbincangan dan tak akan turun popularitas. Tapi ini adalah resiko yang harus diambil disaat sebuah jenama (fashion) sudah menjadi leader, maka cara kampanye-nya-pun harus leading the crowd.
Sepeninggal direktur kreatif koleksi pria, Virgil Abloh, koleksi pria Louis Vuitton memiliki berbagai genre desain dan style, terutama pada koleksi ini. Ini merupakan hasil karya team studio menswear yang masih bekerja (dan pernah bekerja sejak Abloh), sehingga menjadi koleksi kolektif dari individu setiap anggota tim studio, namun tetap tidak kehilangan Abloh touch. Abloh yang merupakan sosok family man, masih menjadi inspirasi utama disini, seperti film pendek pada pembukaan show dan set dekor runway yang berupa ruangan-ruangan dalam rumah dengan kondisi rumah (orang-orang kebanyakan) yang wajar, berantakan. Ruangan diisi dengan berbagai koleksi dari Louis Vuitton Objet Nomade dan peti-peti LV, tempat tidur, sofa, televisi, karpet, dan lainnya.
Koleksinya sendiri? Siluet masih tetap sama dengan siluet khas Abloh, serba longgar dan loose. Namun inovasi pola terlihat jelas pada konstruksi jas, celana, over coat, jaket bomber dan kemeja. Konstruksi tetap terlihat sama tapi dengan pola yang lebih kompleks sehingga menghasilkan siluet baru pada saat dipakai. Seperti jas yang menghasilkan belahan karena pola yang tidak disambung, membuat siluet pinggang saat dipakai, atau celana berpipa super besar dengan lipatan di bagian bawah. Sementara untuk melengkapi ini, tentu saja harus menggunakan material yang mendukung, apalagi ini adalah koleksi musim dingin yang wajib mengakomodir perlindungan maksimal dari suhu rendah. Bisa dikatakan material yang digunakan sangat beragam dan kaya akan tekstur. Yang mana ini juga merupakan hasil inovasi baru untuk koleksi pria, yang selalu dilakukan setiap musim, selalu ada material baru yang ditampilkan. Walau pada koleksi musim dingin, biasanya material bertekstur akan lebih variatif dari pada koleksi musim panas.
Begitu juga dengan aksesoris, seperti tas pastinya. Banyak tas yang mengalami rekonstruksi, dari sisi desain dan material yang dipakai. Atau bahkan beberapa desain baru. Tas Noey, tas serut yang biasanya ada pada koleksi wanita dan berukuran kecil, direkonstruksi menjadi raksasa dengan material Epi leather kemudian diberi handle pegangan untuk di tenteng. Salah satu yang baru adalah satchel bag, yang juga menggunakan Epi leather dengan warna yang cukup striking, hijau neon atau silver, dan handle di bagian atas. Sementara material baru yang mengalami inovasi adalah kanvas monogram LV yang dibuat dengan lapisan efek bunglon atau seperti yang biasa dilihat pada lapisan carbon di dashboard mobil atau material jam tangan. Material ini hadir dalam tas speedy, untuk tetap mempertahankan klasikalitas sang Speedy. Satu lagi yang juga mengalami rekonstruksi adalah tas Alma. Tas ini menggunakan material Epi leather yang lebih lemas (soft) dengan tambahan handle di bagian samping yang berfungsi sebagai pegangan agar tas mudah dipeluk.
Melihat berbagai re-konstruksi dan inovasi ini, kemampuan team studio menswear Louis Vuitton memberikan perspektif lain akan rumah mode terbesar di dunia ini. Mereka memberikan dan menawarkan sesuatu yang lama tapi mengolahnya menjadi sangat baru dan diinginkan. Tanpa mengurangi rasa hormat pada pendiri Louis Vuitton sendiri, mereka membuat koleksi pria menjadi pemimpin trend. Mereka bisa bekerja tanpa pimpinan direktur artistik. Tapi apakah ini artinya Louis Vuitton tidak akan merekrut direktur artistik baru sebagai pengganti Virgil Abloh?
Foto dok. Louis Vuitton