Percayakah kalian kalau mata terbuka itu sebenarnya membutakan? Apa yang kita lihat akan mengunci perspektif dan penilaian. Yang tampak mata adalah candu yang menjadi batas kebebasan imajinasi. Itulah mengapa semua mata sosok-sosok wanita cantik di dalam lukisan-lukisan Muhammad Fauzan tertutup. Kenapa Fauzan menutup mata-mata mereka? Ternyata ini semacam ajakan: “Kalau saya atau kalian misalnya tidak bisa bercerita ke luar, berceritalah kepada diri sendiri, temukan apa atau kesempurnaan apa yang kita mau,” ujar Fauzan. Semacam berdialog dengan diri sendiri sembari pejamkan mata. Alat penutup mata yang diciptakan Fauzan, sungguh gorgeous, super fashion, seperti terbuat dari logam, menutup separuh atas wajah mengikuti lekuk kening dan cekung bawah mata, berhiaskan sepasang tanduk yang bersinar. Siap-siap terkesiap, ini baru bagian penutup mata saja, belum meluas ke alam impian yang dibangun Fauzan di atas kanvas, yang ia pamerkan di galeri V&V Vice and Virtue, Jakarta Art Hub, 8 Juni – 7 Juli 2024.
Merangkai sumber cahaya dan terrestrial
Pameran tunggal ini berjudul: MERANGKAI. Sepenggal judul yang sederhana, namun ternyata semacam pintu untuk masuk ke dalam hayalan yang terikat dalam satu rangkai. Fauzan menyatukan begitu banyak aspek, drama dan harapan, kenangan dari dalam rumah, jejak budaya, dimensi alam terrestrial dan alam marine. Satu lukisan akrilik berjudul BENIH (100 x 100 cm), menggambarkan seorang wanita yang memegang tunas bercabang tiga yang bercahaya, ia duduk dengan kaki terendam air, di belakangnya ada semak tanaman indoor, Monstera, berdampingan dengan kaktus-katus berduri, didampingi oleh dua ikan hammerhead shark yang meliuk tertarik pada sumber cahaya. Wanita diapit oleh ikan Piranha yang terkurung pilar-pilar dan kelinci. Sementara Bukit Barisan dan suasana alam sedang magrib-magribnya, diperkokoh dengan gambaran konstruksi khas Romawi. Lukisan yang tangguh, tapi romantis, glory, misterius, beautiful.
Ketakutan dan persembunyian dalam lukisan
Karya-karya yang dipamerkan ini menampilkan sebuket bunga di dalam vas sebagai komponen penting di semua lukisan, terkadang sebagai karakter sentral di dalam kanvas, terkadang hanya sebagai pelengkap saja. “Di rumah, Mama tuh suka bunga, suka koleksi vas bunga,” ujar Fauzan menceritakan tentang asal muasal buket bunga di dalam karyanya. ”Bentuk rumahku kayak vila, Mama suka koleksi vas, juga lampu berdiri. Semua gambaran sofa-sofa di lukisan ini juga Fauzan kembangkan dari sofa-sofa di rumah.” Banyak kenangan di dalam rumah, di Bukittinggi, yang masih segar dalam ingatan Fauzan, termasuk tragedi tak sengaja memecahkan vas bunga Mama, lalu ketakutan dan bersembunyi di dalam dimensi sendiri, yaitu di kolong tempat tidur. “Zan menghadirkan ingatan-ingatan itu ke dalam lukisan,” ujar Fauzan yang menyebut dirinya dengan ‘Zan’.
“I Found My Bloom” di bawah tempat tidur
Sepertinya, kolong tempat tidur adalah tempat paling aman bagi Fauzan, dari sana ia melemparkan fantasinya dengan mata tertutup. Pada karya berjudul “I Found My Bloom”, seorang wanita menghadap satu vas tembaga besar, berisi kumpulan bunga benang (bunga yang popular di Sumatera Barat sekitar tahun 90an), ditingkahi dengan tanaman hias Kamboja tanpa bunga, ditemani 3 ekor merak, seekor kuda imajinatif bertanduk rusa dan penunggangnya yang memegang tombak Neptunus. Semua berada di dalam rumah dengan gaya interior Romawi (detail ragam hias jendelanya mendebarkan, seperti relief rembesan air yang bergerak ke atas, lawan grafitasi). Di luar pintu tampak langit malam dramatis keperakan, gambaran interstellar sky dust, sementara di dalam rumah terdapat sederet Bukit Barisan memerah fuchsia. Sosok wanitanya, berpenutup mata, tatanan rambutnya updo hairstyle yang berkelas, dan dihiasi dua tanduk. Ia mengenakan pakaian semacam drindle dress dengan lipit-lipit yang akurat di pinggang. Di tangan kirinya tersembunyi tunas yang menyala.
Venus, Artemis, dan wanita Minangkabau
Dari mana figur wanita-wanita ini dipetik Fauzan? Fitur-fitur wajah mereka terlihat up-to-date, bentuk bibir yang trendy, leher jenjang, jemari lentik. “Mereka adalah Venus, dewi kecantikan, dan Artemis, dewi berburu. Zan juga suka kuda, dulu di sebelah rumah di Bukittinggi ada yang punya kuda,” jawab Fauzan yang lulus dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta (2023). Figur wanita dan kuda adalah penggabungan yang powerful. “Wanita memang sangat powerful, mereka memahami anaknya, suaminya, keluarganya. Mereka bagai prajurit perang, mereka melawan egonya sendiri, hidupnya bukan hanya untuk dirinya tapi untuk orang-orang di sekitarnya. Makanya di karya-karya ini banyak kayak nuansa kerajaan, karena Zan pengen mereka sebagai prajurit perang yang kuat.” Dalam kata pengantar pameran juga disampaikan bahwa Fauzan menjunjung tradisi Minangkabau, peran wanita yang dihormati seperti yang diwujudkan oleh figur metaforis Bundo Kanduang. Fauzan merangkum semangat tak terkalahkan dan keanggunan abadi wanita Minang yang kebijaksanaan dan bimbingannya membentuk kain budaya komunitas mereka.
Berdiri menghadap ‘ethereal world’
Yang juga perlu didelik dari visualisasi Fauzan adalah pakaian wanita yang ia ciptakan, super fashion, jika dibandingkan dengan pakaian wanita pada lukisan-lukisan karya seniman Indonesia lain yang umumnya didominasi oleh pakaian kebaya, kain Batik, cheongsam, daster, dan sackdress. Fauzan melesat dengan pakaian-pakaian dramatis level haute couture, lengkap dengan korset dan ball skirt yang berproporsi benar dan fantastis. “Dulu waktu SD suka nonton Fashion tv, dan di sekitar rumah pun banyak orang yang hari-harinya menjahit, baju SIngkek, tinkuluak (penutup kepala), telakuang (mukena). Nenek juga penjahit bordir, buat rok, dan lain-lain”. Sekarang, cobalah kalian datang ke Jakarta Art Hub, tenggelamkan diri kalian ke dalam imajinasi Fauzan, rasakan richness di dalam imajinasinya, selidik jengkal demi jengkal sapuan kuasnya, sesatkan diri kalian. Saran saya, sambil berdiri terpaku, pasanglah earphone, dengarkan semua album ENYA, terutama lagu: ‘Only Time’, Caribean Blue’, dan ‘Orinoco Flow’. Rasakan surgawinya ‘ethereal world’, ‘non-physical realm’, di kanvasnya Muhammad Fauzan.