Segala sesuatu yang datang dari Yogyakarta rasanya akan bermutasi menjadi karya seni, termasuk face mask. Kalau selama ini kreatifitas face mask di Indonesia memang sudah sampai di taraf fashionable dan super fashion, coba lihat karya hybrid berikut, kolaborasi seniman pop art Indiguerillas dan fashion designer Lulu Lutfi Labibi. Face mask sebenarnya sangat sederhana, menggunakan wastra ATBM, lalu di bagian dekat cuping telinga diberi aplikasi bordir sebagai perpanjangan dari pengikat face mask. Aplikasinya ini yang membuat tersenyum, menggunakan kepala tokoh Semar dari cerita Punakawan di pewayangan (sosok ini memang sudah menjadi ikon Indieguerillas) berbibir merah jontor. Wajah Semar ada yang tertutup buku, dan ada yang ditutup corong. Aplikasi di kanan kiri tidak sama, ada Semar yang berpasangan dengan gula-gula, ada juga dengan bola mata, semua dari Indieguerillas. Usaha Lulu mengkurasi ini cukup riang, seperti menyembulkan ajakan tersenyum kepada kita untuk menghadapi tantangan pandemi yang sebenarnya cukup mendera mental siapa saja, soalnya selama kita memakai face mask, tidak ada lagi yang bisa melihat kita tersenyum.
Suara Hati dan Tersenyum Hari Ini
“Face mask ini menyuarakan falsafah Jawa untuk hari ini. Wajah Punakawan yang sering muncul dalam karya Indieguerillas mengingatkan kita tentang pesan moral dari mereka untuk laku hidup kita sehari-hari.” Ujar Lulu yang memang selalu ‘dalam’ ketika menjelaskan karya-karyanya. “Untuk perawatan sebaiknya dicuci menggunakan lerak atau sampo bayi, tetapi lebih aman dan praktis dengan cara dry clean,” tambah Lulu yang pernah meraih juara pertama pada Lomba Perancang Mode yang diadakan majalah Femina di tahun 2011. Sementara Indieguerillas digawangi oleh sepasang seniman, Santi Ariestyowati dan Dyatmiko Bawono, lulusan Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Mereka mendirikan Indiguerillas di tahun 1999.
Foto: Lulu Lutfi Labibi