Empat kota fashion utama dunia, New York, London, Milan dan Paris, menjadi kota mode bukan hanya karena konsistensi fashion week yang berlangsung setiap tahun. Tapi karena faktor sosial ekonomi, edukasi, masyarakat, pemerintah, hingga faktor alam atau musim.
Mengapa setiap tahun fashion week dilaksanakan sebanyak dua kali? Karena musim. Musim di empat kota tersebut berpengaruh kuat terhadap perkembangan fashion. Musim gugur (autum), musim dingin (winter), musim semi (spring) dan musim panas (summer). Setiap musim ini dibagi menjadi dua bagian yang mana pada koleksi masih bisa digunakan pada dua musim yang berdekatan dan saling identik. Sehingga menjadi koleksi spring/ summer dan autum/ winter.
Koleksi spring/ summer karena jatuhnya musim ini pada pertengahan tahun, maka ditambahkan angka tahun di belakangnya. Seperti spring/ summer 2018 berarti koleksi tersebut akan keluar atau akan dipakai pada saat musim semi/ musim panas tahun 2018. Artinya musim itu jatuhnya sekitar bulan Maret/ April sampai dengan Agustus/ September 2018.
Sementara koleksi autum/ winter 2018/ 2019 berarti koleksi tersebut akan keluar/ dipakai pada saat musim gugur 2018 yang jatuh sekitar bulan September/ Oktober setiap tahun hingga musim dingin sekitar bulan Februari/ Maret 2019. Makanya di belakang musim ditambahkan urutan tahun selanjutnya. Karena musim gugur dan musim dingin berjalan dari akhir tahun hingga awal tahun.
Di Indonesia juga banyak desainer yang menggunakan unsur musim pada koleksi yang dilansir. Walau Indonesia tidak memiliki empat musim, ini mungkin untuk mengidentifikasi antara koleksi baru dan lama atau sekedar menambahkan saja agar terlihat internasional. Hal ini sebenarnya adalah baik karena untuk desainer ini akan terlihat lebih up-to-date dimata industri.
Namun, kesalahan besar juga terjadi saat desainer melansir koleksi pertengahan tahun dengan tahun yang berbeda. Misalnya, koleksi spring/ summer 2018/ 2019. Apakah ini artinya koleksi untuk musim semi 2018 dan musim panas 2019? Atau koleksi selama satu tahun? Kemudian bagaimana dengan koleksi musim dingin? Apakah tahunnya juga sama 2018/ 2019? Pemahaman masalah kecil ini yang membuat desainer terlihat tidak mengerti dengan koleksi yang dilansir.
Belum lagi pemahaman material, motif dan model pakaian yang digunakan berhubungan dengan musim tersebut. Material katun dan linen yang biasanya digunakan untuk koleksi musim semi/ panas malah dipakai untuk koleksi musim gugur/ dingin. Begitupun sebaliknya, wool, tweed hingga rajutan digunakan pada koleksi musim semi/ panas.
Desainer pakaian (Indonesia), terutama yang masih baru, masih belum paham betul kaitan musim dengan koleksi yang dibuat. Yang mana desainer juga sebaiknya mengedukasi pelanggannya akan hal ini. Bukan hanya mencari profit dan membuat koleksi yang instagramable. Mungkin untuk desainer yang memiliki latar pendidikan sesuai dengan karirnya mengerti akan hal ini, tapi sekarang juga banyak desainer yang lahir karena merasa memiliki kemampuan tersebut tanpa mengerti apa yang dibuat. Kalau begini, keinginan untuk membuat Indonesia menjadi pusat fashion dunia, masih bisa dimimpikan saja.
Foto dok. Londonfashionweek