Setelah sekian lama ‘entah kemana’, Tulus muncul kembali di Art Jakarta Gardens 2025. Ia kembali mengajak kita ke sebuah perjalanan impian menuju utopia, tempat ideal yang vibrant, tempat keterbatasan menjadi begitu menggemaskan, terbang bersama figur-figur bermata cemerlang, tempat teknologi hanyalah ornamentsi, tempat Ciplukan dan daun sirih Cina menjadi bagian dari tata surya dan galaksi. Coba perhatikan diri kita dan alter ego kita sedang terbang di dalam karya “Flight of Hope”, terbang rendah di atas perbukitan berlalang warna fuchsia, dilengkapi dengan teknologi yang imut.

Daun Sirih Cina
Tulus Mulia, lulusan Institut Seni Indonesia Yogyakarta, selalu menabur imajinasinya dalam narasi pop surealis, atau dikenal juga dengan Lowbrow Art. Ia membuat visual yang bukan sekadar untuk menyenangkan mata, melainkan juga sebagai medium peringan batin. Melalui simbolisme fauna dan visualisasi yang menghindari kontras keras, Tulus menyulam mimpi dan ketenangan dalam tiap goresannya. Seperti dedaunan Sirih Cina yang mendinginkan, atau Ciplukan yang manis pahit, yang mengajak kita bersenang-senang dengan apa yang ada di sekitar halaman kita..
Lowbrow Art yang Tulus di Art Jakarta Gardens 2025
Pop Surrealism, yang juga dikenal sebagai Lowbrow Art, muncul di California pada akhir 1970-an dan awal 1980-an sebagai respons terhadap eksklusivitas dunia seni rupa tradisional. Berakar dari budaya populer — komik, kartun, iklan, dan subkultur punk — gerakan ini menabrak batasan antara seni tinggi dan budaya massa dengan pendekatan yang subversif dan penuh imajinasi. Tokoh-tokoh seperti Mark Ryden, Robert Williams, dan Marion Peck membawa estetika surealis ke dalam bahasa visual yang akrab namun tak terduga, sering menggabungkan ikon budaya pop dengan tema mimpi, absurditas, dan humor gelap.

Alternatif melawan konsep-konsep berat
Dalam konteks seni kontemporer, Pop Surrealism menawarkan alternatif terhadap minimalisme dan konsep-konsep berat yang mendominasi galeri-galeri besar. Ia membuka ruang bagi visual yang lebih naratif dan emosional, berbicara langsung kepada audiens tanpa memerlukan teori-teori rumit. Meskipun awalnya dipandang sebelah mata oleh institusi seni arus utama, Pop Surrealism kini mendapatkan pengakuan global, termasuk pameran di museum-museum besar dan koleksi privat yang prestisius.
Percintaan Absurditas dan Fatansi
Kekuatan Pop Surrealism terletak pada kemampuannya untuk menangkap ketegangan zaman: antara nostalgia dan kecemasan, antara keindahan dan keganjilan. Di tengah dunia kontemporer yang dipenuhi citra visual instan, Pop Surrealism terus berkembang, membuktikan bahwa dalam absurditas dan fantasi, kita menemukan cermin atas kenyataan itu sendiri.
Tulus Mulia
Perjalanan artistik Tulus bukan kisah yang dibentuk oleh galeri-galeri prestise, melainkan dari lorong waktu yang sunyi namun konsisten. Sejak tampil perdana di Sunday Magazine Art Exhibition (2015), lalu menjelajah hingga ke Jepang bersama Missao Art (2022), kini Tulus hadir dalam lanskap Art Jakarta Gardens 2025 bersama FAÇADE. Ia bukan pencari sorot lampu, tapi penganyam lintasan mimpi—yang justru terasa utuh karena diam dan dalam. Di antara hewan-hewan antropomorfik dan dunia berwarna pastel yang ia bangun, Tulus menciptakan pelarian seru yang menyenangkan.
Artikel tentang Tulus Mulia sebelumnya: