Karya seni rupa dalam genre lansekap semakin kurang popular di Indonesia, terdera olah gejolak seni rupa pop art yang riuh. Padahal genre ini bukanlah aliran ‘suam-suam kuku’, karya seni rupa lansekap tergolong karya awal seni rupa yang powerful, karya yang memberikan penghormatan pada alam. Di masa-masa kolonial, kaum penjelajah telah menggambarkan Nusantara dalam karya lithography, sebagai contoh, karya Rivière de Bezouki (Sungai Besuki, Situbondo, Jawa Timur) yang diambil dari buku “Voyage Autour du Monde,” 1835. “The History of Java” (1817), karya Sir Thomas Stamford Raffles. “The Malay Archipelago” (1869), karya Alfred Russel Wallace, karya klasik tentang flora dan fauna di kepulauan Nusantara, hasil dari ekspedisi selama 8 tahun dari tahun 1854 – 1862. Buku-buku ini telah dipamerkan di Dia Lo Gue Artspace di Kemang, Jakarta, pertengahan tahun 2023. Mundur lagi jauh ke belakang, karya seni rupa lansekap telah dimulai di Roma sekitar tahun 3000 BC. Sementara di masa Dinasti Tang di Cina (tahun 618 – 907), seni rupa lansekap begitu berjaya.
Bagaimana genre lansekap di Indonesia kini? Pada tahun 2020 lalu, UOB Indonesia memberikan penghargaan UOB Painting of the Year 2020 untuk Prabu Perdana, seniman asal Bandung, atas karya lansekapnya yang berjudul ‘Isolated Garden’ (dimensi 150x100cm). Sejak kemenangan tersebut, karya lansekap Prabu makin banyak beredar di galeri-galeri di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, hingga Magelang. Pekan ini Prabu Perdana tampil lagi dalam pameran duet dengan seniman Isa Ansory, berjudul Nature’s Canvas: A Landscape Journey, di V&V Art Gallery di Jakarta (11 November – 2 Desember 2023). Pada pameran ini Prabu menurunkan 20 karya lukis lansekap, yang menggambarkan hamparan alam terbuka imajiner, sesuatu yang tentu saja dicintai oleh para pecinta outdoor. Namun lansekap imajiner tersebut, bukan tipikal lansekap untuk orang-orang pergi hiking atau berfoto-foto bersama alam. Lansekap Prabu seperti mengajak orang tersesat di dalam detail ilalang, bunga liar, curah air-air liar, bangunan kosong, bangunan gagal, batu-batu cadas, dan kelompok pepohonan rimbun yang tumbuh cuma sebesar batu karang. Lansekap ciptaan Prabu tidak merujuk ke daerah mana di nusantara ini, lensekapnya hanya ada di dalam benaknya.
Dari mana awal cerita karya lansekap ini?
“Awalnya waktu pameran tunggal pertama saya ‘Overlapping Prespective’ tahun 2017 di Bandung. Saat itu yang saya gambar bukan cuma lansekap, ada juga objek dan figure, tapi lama kelamaan saya terpancing untuk melihat sesautu dari sudut jauh dan dekat, jadi sesuatu yang sifatnya lansekap. Setelah itu kecenderungan saya terus mengerucut ke arah lansekap. Terus ditambah tahun 2020, saya buat karya yang judulnya ‘Isolated Garden’, menggambarkan lansekap batu-batuan di tempat antah berantah, di situ ada berbagai artefak saya yang tertinggal sebagai bukti kalau di masa pandemi pernah ada isolasi.”
Di pameran Nature’s Canvas: A Landscape Journey, di V&V Art Gallery ini Prabu Perdana menjagokan karyanya yang berjudul ‘Blossom in My Land’ (100 x 150 cm) cat akrilik di atas kanvas. Berbeda dengan karya lansekapnya yang dipenuhi bebatuan biru dingin di ‘Isolated Garden’, karya ‘Blossom in My Land’ ini tergambarkan rona optimisme, cuplikan warna-warna vivid tersebul di antara bebatuan dan aliran air-air liar, di bawah langsit sore. “Pesan saya, ini adalah satu kebangkitan, semangat baru.” Ujar Prabu Perdana.