Bagi Anda yang sering berkunjung ke Singapura namun belum pernah mampir ke Culina at COMO Dempsey, sepertinya Anda wajib untuk menyelipkan tempat ini di itinerary Anda. Terutama bagi Anda yang senang mencari pengalaman kuliner tingkat tinggi, karena di sini, Anda akan diajak untuk menyelami dunia rasa yang dikurasi secara cermat oleh salah satu pelopor fine food di Singapura. Sebagai seseorang yang selalu memandang makanan lebih dari sekadar asupan, pengalaman ini tentu tak saya lewatkan. Apalagi, Culina bukan nama asing. Dalam lanskap kuliner Asia Tenggara, ia telah lama menjadi rujukan, bukan hanya untuk pecinta gastronomi, tetapi juga para chef dan hotel ternama yang mempercayakan kualitas bahan baku mereka pada tempat ini.
Culina: Pasar Modern dengan Jiwa Eropa dan Sentuhan Asia
Begitu tiba di COMO Dempsey, saya langsung diarahkan menuju pintu masuk Culina yang tersembunyi namun elegan. Interiornya tak mengumbar kemewahan, tapi justru memancarkan kehangatan: rak kayu penuh botol anggur dari Burgundy, etalase daging wagyu marbling tinggi, aneka jamón dan keju artisan yang menggiurkan. Ini bukan sekadar market, melainkan panggung bagi bahan-bahan terbaik dunia untuk tampil dalam versi terbaik mereka.

Di seberang market, berdiri bistro dengan dapur terbuka, tempat chef mempersiapkan hidangan dari bahan-bahan segar yang hanya berjarak beberapa langkah dari meja makan. Filosofi “dari pasar ke meja” benar-benar diwujudkan di sini—dengan elegansi, tentu saja. Saya pun sempat mencicipi sajian seasonal mereka—white asparagus dengan beurre blanc dan sepotong lobster panggang berlumur saffron emulsion—hidangan yang membiarkan bahan utama bicara tanpa perlu banyak ornamen.

Namun, highlight dari kunjungan kali ini bukan hanya pada piring-piring cantik tersebut, melainkan pada sesi yang telah disiapkan secara khusus: The Art of Oyster and Champagne Pairing.
Ritual Rasa: Oyster dan Champagne dalam Harmoni
Saya duduk di sebuah meja bulat dengan bar stool, di hadapan terdapat sebuah kartu yang menunjukkan tiga jenis tiram yang akan dihidangkan saat itu beserta minuman yang akan menjadi pasangannya.

Masing-masing Oyster memiliki cerita, asal-usul, dan kepribadian yang akan saya kenali lewat lidah. Pasangan untuk tiap tiram pun tak kalah menarik—mulai dari champagne klasik hingga sparkling tea asal Denmark, serta sebotol white wine yang dituang di akhir sesi untuk menutup perjalanan rasa. Dipandu oleh Master Sommelier, Mathias Carnilleri, saya dan para tamu lainnya mulai disuguhkan hidangan Oyster pertama dengan minumannya.

Oyster pertama, Gillardeau Spéciale No. 1, membuka rangkaian ini dengan karakter yang gemuk dan creamy. Tiram ini menyapa dengan kemewahan tekstur, hampir seperti panna cotta laut, lengkap dengan aftertaste manis yang tak mengganggu. Ia dipadukan dengan Taittinger, Prelude Grands Crus—sebuah champagne Prancis yang menyegarkan, dengan gelembung halus dan struktur acidity yang sempurna untuk menetralisir lemak tiram sambil memperkuat rasa umaminya.

Tiram kedua, David Hervé Spéciale No. 2, datang dengan profil rasa yang lebih kompleks. Gurih dengan sentuhan mineral yang dalam, seolah menghadirkan debur ombak dalam satu gigitan. Sparkling wine pendampingnya adalah Domaine Siebert, Terre de Pinot Noir Rosé dari Alsace. Rosé ini memberi dimensi floral dan fruity, menciptakan kontras yang menyenangkan—seolah-olah tiram itu sedang menari dalam taman musim semi.

Lalu tiba David Hervé Fine de Claire No. 3, tiram dengan karakter yang ringan dan cerah. Teksturnya lebih renyah, dengan rasa laut yang bersih dan segar. Yang mengejutkan, ia dipasangkan dengan Copenhagen Sparkling Tea Lyserød—minuman non-alkohol dari Denmark berbasis teh yang difermentasi ringan. Rasa floral dan herba dari sparkling tea ini justru menciptakan jembatan rasa yang lembut dan elegan, sekaligus menawarkan opsi pairing yang inklusif tanpa mengorbankan kompleksitas.
Sebagai penutup, saya disajikan Inama, Foscarino, Soave Classico DOC dari Veneto, Italia. White wine ini hadir seperti tirai penutup panggung yang tenang dan anggun—dengan aroma citrus, struktur mineral, dan sentuhan floral yang membawa saya kembali ke titik awal, tapi kali ini dengan palet yang telah teredukasi.
Lebih dari Sekadar Makan: Pengalaman, Filosofi, dan Keterhubungan
Yang membuat pengalaman ini begitu berkesan bukan hanya kualitas bahan atau penyajiannya yang estetis, tapi keterhubungan yang dibangun antara rasa, cerita, dan nilai-nilai yang dipegang oleh Culina. Setiap produk di sini datang dari sumber yang transparan, dari produsen yang tidak sekadar menjual bahan mentah, tetapi warisan—baik itu tiram dari perairan Prancis atau teh fermentasi dari Denmark.

Saya meninggalkan Culina dengan perasaan seolah baru pulang dari perjalanan ke berbagai penjuru dunia. Rasanya tak berlebihan jika menyebut tempat ini sebagai salah satu titik kuliner penting di Asia, di mana pasar dan bistro berpadu dalam harmoni, dihidupi oleh tim yang mengerti bahwa rasa sejati tak bisa diciptakan tanpa kejujuran dan ketekunan dalam memilih.
Dan jika Anda ingin tahu bagaimana rasa laut Prancis bisa berdansa dengan sparkling tea Denmark—datanglah ke Culina. Di sanalah jawabannya.